PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id – Pakar hukum pidana, Dr Chairul Huda menilai perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice dengan terdakwa Toni Tamsil alias Akhi terlalu dipaksakan. Hal ini diungkapkannya saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan dugaan perintangan penyidikan pada kasus tata niaga timah dengan terdakwa Akhi, di PN Kota Pangkalpinang, Rabu (24/7/2024).
Dia menilai apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam hal ini adalah pihak dari Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada terdakwa tidak masuk dalam tindak pidana perintangan penyidikan.
“Ini dipaksakan kasusnya. Jadi, harusnya secara hukum apa yang dilakukan oleh terdakwa itu, bukan termasuk tindakan obstruction of justice,” kata Chairul.
Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini menilai kasus itu adalah bentuk kesewenang-wenangan yang tidak dapat dibenarkan. Karena jika seseorang menghalangi penegakan hukum, harus didudukkan dengan pasal-pasal khusus.
“Bukan pasal ini, kalo pasal ini menghalangi pemeriksaan saksi tersangka terdakwa. Jelas itu bunyinya, jaksa tadi katanya menggagalkan penyidikan, harusnya enggak. Menggagalkan penyidikan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi,” tuturnya.
Kata Dia, jika dalam perkara ini, terdakwa dilihat sebagai orang yang bodoh ataupun tidak mengerti aturan hukum, dimana dia tidak mengerti apa yang harus dilakukan.
"Jadi, ini tindakan arogan dari aparat penegakan hukum, sewenang-wenang gitu loh sama orang, apalagi ditahan orangya. Jujur saya gak kenal sama tersangka ataupun keluarganya, ini tidak benar. Jika seandainya dia memang benar menghalangi tindakan petugas ada pasalnya, bukan ini," katanya.
"Contohnya pasal 221 KUHAP, Pasal 212 KUHAP baru dia terperangah, bahwa memang ada ketentuan lain. Tapi kan masa saya ngajarin bebek berenang, ngajarin jaksa soal pasal karena kan mereka harusnya tau gitu loh. Ini salah pasal, apa yang terdakwa perbuat itu pasalnya lain. Gak ada pasal yang tepat mengarah kepada terdakwa," katanya lagi.
Di sisi lain, ia mengatakan tidak semua orang harus mengerti hukum.
“Jadi bayangkan tiba-tiba ada petugas hukum yang masuk ke rumahnya mau menggeledah kan panik jadinya,” ujar Chairul.
“Itu yang sebenarnya terjadi, jadi tidak ada tindakan yang dengan sengaja mencegah atau menghalang-halangi proses penegakan hukum,” kata dia.
Menurut Chairul, apalagi Pasal 21 yaitu tertuju kepada pemeriksaan saksi tersangka–terdakwa. Bahwa, kata dia, mencegah, menggagalkan dan merintangi adalah proses pemeriksaan saksi tersangka terdakwa.
“Ini salah pasal, apa yang terdakwa perbuat itu pasalnya lain. Gak ada pasal yang tepat mengarah kepada terdakwa. Karena penyelenggaraan penggeledahan ini bisa dilakukan, kan ada istrinya dirumah. Istrinya juga mengizinkan untuk digeledah, jadi dimana pasalnya,” tuturnya.
Terkait handphone milik terdakwa yang disebut sengaja dirusak, kata Chairul bahwa handphone bukan barang bukti.
“Yang dibilang dia mecah handphone, memang handphone itu barang bukti?. Setelah pecah, baru dikatakan ada barang bukti. Adapun barang bukti juga harus berkaitan dengan tindakan menghalang-halangi. Tapi barang bukti di sidang itu barang bukti tindak pidana korupsi, apa coba hubungannya handphone dia dengan tindak pidana korupsi. Jika ingin dia dijadikan barang bukti, dia harus terhubung dengan tindak pidana asalnya," ucapnya.
“Ini kan tindak pidana korupsi timah. Ya, cari apa hubungannya handphone itu dengan tindak pidana korupsi timah,” ujar Chairul.
Masalah penggeledahan, Chairul menuturkan, memang tidak ada batas waktu jika selama adanya jeda dialihkan.
“Yah, itu mah bukan menghalangi. Itu mereka aja mencari sesuatu yang tidak ada, coba ada yang dicari, pastinya penggeledahannya cepat.
“Kasus ini terlalu memaksakan, ini bentuk kesewenang-wenangan terhadap masyarakat yang harus dilawan,” ujarnya.
Selain, saksi ahli hukum pidana, sidang kali ini juga menghadirkan saksi ahli psikologi dan saksi akhi IT. Serta 4 orang saksi fakta dari pihak keluarga dan teman dekat terdakwa.
Sidang dipimpin oleh Sulistiyanto Rokhmad Budiharto selaku Ketua Majelis Hakim, dan Warsono dan Dewi Sulistiarini selaku hakim anggota. Sidang akan dilanjutkan Kamis (1/8/2024) pekan depan.
Toni Tamsil sendiri ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-9/F.2/Fd.2/01/2024 tanggal 25 Januari 2024 Jo dan Surat Penetapan Tersangka (PIDSUS-18) Nomor: TAP-09/F.2/Fd.2/01/2024 tanggal 25 Januari 2024.
Toni Tamsil adalah satu-satunya terdakwa dengan perkara Perintangan Penyidikan kasus dugaan korupsi IUP PT Timah, Tbk tahun 2015-2022.
Kasus korupsi ini sudah menjerat 22 orang tersangka termasuk diantaranya adalah Harvey Moeis suami artis Sandra Dewi, crazy rich Helena Lim, pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie, serta Mantan Dirut PT Timah Reza Pahlevi.
Laporan Kejagung, kasus ini mengakibatkan kerugian negara dengan taksiran mencapai Rp300 triliun.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait