PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Tiga orang saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada sidang perkara perintangan penyidikan (obstruction of justice) dengan terdakwa Toni Tamsil alias Akhi. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Kamis (11/7/2024), mulai pukul 16.00 WIB.
Ketiga saksi tersebut, yakni Chorirul Anam dan Mursyidi, yang merupakan penyidik Kejagung RI. Satu lagi adalah saksi ahli forensik digital Kejagung RI, Irwan Hariyanto.
Pada fakta persidangan, dua orang saksi penyidik Kejagung memberikan dua pernyataan berbeda, terkait dokumen yang berada di dalam mobil yang terparkir di kediaman terdakwa Toni Tamsil.
"Saudara saksi saat datang ke rumah Toni melihat dokumen itu kondisinya seperti apa?," tanya Penasehat Hukum terdakwa Toni Tamsil, Jhohan Adi Ferdian.
"Ada di dalam mobil Swift," kata Chorirul Anam.
"Sudah dikeluarkan," kata Mursyidi.
Dokumen yang dimaksud dalam persidangan ini adalah, dokumen yang disebut-sebut milik CV VIP dan CV MCM yang terkait dengan kasus dugaan korupsi IUP PT Timah, Tbk tahun 2015-2022, dimana salah satu tersangkanya adalah Tamron alias Aon, yang tak lain adalah kakak kandung dari Toni Tamsil.
Dokumen itu, semula berada di tangan Albani, yang oleh Albani dititipkan ke CV MAL (perusahaan sawit milik Aon). Kemudian oleh Taskin Tamsil (kakak kandung Toni), dokumen itu dimintakan kepada karyawan CV MAL bernama Yuliana, untuk dibawa ke kediaman Toni Tamsil menggunakan mobil Xpander.
Sesampainya di kediaman Toni, Yuliana langsung memarkirkan mobil itu di halaman parkiran belakang rumah. Lantaran mobil Xpander mau dipakai oleh perusahaan, dokumen itu selanjutnya dipindahkan ke mobil Swift.
Baik Chorirul Anam maupun Mursyidi, keduanya datang pada waktu yang ke rumah Toni Tamsil pada pukul 17.00 WIB, tanggal 24 Januari 2024.
"Pada saat penggeledahan 24 Januari 2024, terkait kasus CV VIP. Saya melakukan penggeledahan di rumah Taskin Tamsil di Koba. Mulai jam 10.00 WIB, penggeledahan itu tidak ditemukan apa-apa, Taskin kooperatif, semuanya ditunjukkan. Penggeledahan sampai jam 15.00 WIB. Lalu ada brangkas, saya minta buka brangkas, ditemukan uang, Taskin meyakinkan bahwa uang itu tidak terkait perkara. Tidak dilakukan penyitaan di Taskin," kata Anam.
"Lalu saya dapat informasi, tim kita di tempat lain ada kendala, seluruh tim diminta bergabung di toko keluarga Tamron. Ada tim yang lain di situ. Di toko ada istrinya. Tidak mengikuti penggeledahan di toko. Jam 17.00 diberitahukan Toni sudah kembali, lalu kami berkumpul di rumah Toni," katanya lagi.
Sementara Mursyidi mengatakan, dirinya bersama tim melakukan penggeledahan di rumah Tamron. 24 Januari 2024 jam 10, 11 siang sampai jam 5 sore. Ada 2 tim, saya sama Alexander Sele. Ditemukan sedikit dokumen sawit dan uang. Tidak ada dokumen tata niaga timah. Setelah itu, jam 5 saya menelpon teman yang melakukan kegiatan di rumah Toni, sudah selesai belum kegiatan, belum, saya berkumpul di sana. Sekitar 10 menit jaraknya dari rumah Tamron ke rumah Toni.
Saat penggeledahan, ada informasi di rumah Toni ada dokumen terkait MCM dan VIP. Saat sampai, belum ada Toni. Saat sampai di rumah Toni saya tidak mengikuti penggeledahan, tapi lihat ada dokumen di belakang yang sudah dikeluarkan dari mobil dan ada uang di rumah," kata Mursyidi.
Anam mengatakan, tak lama berselang setelah kedatangan mereka di rumah Toni, kemudian dilakukan interogasi kepada Toni yang datang belakangan.
"Kemudian tidak lama kita interogasi menanyakan kenapa sampai kabur, tidak bersikap kooperatif saja, tidak bersikap baik-baik saja. Akhirnya kita geledah paksa, minta ditunjukkkan tempat-tempat penting di situ. Saya sempat mengamati ada brangkas berisi uang, ada catatan-catatan, kita minta keterangan Toni berubah-ubah. Bilangnya uang toko, titipan Tamron. Karena berubah-ubah, akhirnya kita sita. Selain uang, di garasi belakang rumah ada Swift isinya dokumen terkait kasus timah MCM, terkait VIP. Saya ditunjukkan ada dokumen di Swift warna silver, dokumen belum dikeluarkan. Dokumen MCM milik Tamron dan Albani," kata Mursyidi.
Pada pukul 19.00 WIB, Edwin teman Toni datang ke rumah tersebut mengantarkan HP milik terdakwa Toni namun kondisinya dalam keadaan rusak.
"Kita curiga HP itu bagian dari barang bukti elektronik dalam keadaan rusak, kita tanyakan kenapa sampai rusak, dibawa Edwin, dia bilang terjatuh dan terlindas mobil di aspal. Penyidikan dilakukan di situ bersama penyitaan.
Karena curiga HP rusak alasannya tidak masuk akal, kita ambil keputusan BAP Edwin, pada saat itu sedang mabuk dan berbau alkohol. 24 Januari belum ada yang ditetapkan tersangka," kata Anam.
Dikatakan Anam, penetapan tersangka perintangan penyidikan kepada Toni lantaran saat pihaknya melakukan penyelidikan terkait perkara dugaan korupsi tata niaga timah, ada indikasi menghalang-halangi penyidik.
"Jika di dalam penyidikan ini ada perbuatan menghalang-halangi selama keadaan sadar, dan memiliki hubungan kekeluargaan, kita anggap itu menghalangi penyidikan.
Bahwa kita nilai, harusnya dokumen bisa didapatkan dengan mudah, ternyata kita dapatkan di rumah Toni. Ada timelines, yang mustinya bisa dilakukan dengan cepat, ternyata itu (dokumen) ada di rumah Toni," ujarnya.
Ditambahkan Mursyidi, pada saat Toni tiba di rumahnya, dia mendengar tim yang melakukan penggeledahan di situ menanyakan perihal HP dan uang di dalam kamar.
"Habis magrib Toni datang, ada pembicaraan HP dan uang di dalam kamar. Toni ditanya ini uang siapa, ini uangnya Tamron katanya. Lalu saya lakukan pemeriksaan Toni, terkait uang, HP, dokumen yang ada di rumah. Toni diperiksa sebagai saksi. Saat diperiksa, dia bilang uang itu bukan punya Aon, tapi bilang punya Taskin. Saat pemeriksaan uang berbeda, HP itu dititipkan ke temannya, saat ditanya Edwin dan Jauhari bilang tidak pernah dititipkan. Kita minta Toni baca BAP, lalu ditandatangani. Sudah sampai di situ," ujar Mursyidi.
Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Toni Tamsil menanyakan perihal penetapan kliennya sebagai tersangka perintangan penyidikan kepada saksi.
"BAP no 17, saudara ada menjawab perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan Toni, diminta kooperatif untuk hadir sampai selesai tidak hadir. Jam 17.00 saudara tiba di rumah Toni, si Toni sudah di situ, penggeledahan masih berlangsung?," tanya PH.
"Saya awalnya kurang tau, atas informasi tim, penggeledahan di rumah Toni ada hambatan, karena yang bersangkutan tidak datang, ditelpon tidak nyambung. Saat penggeledahan, sedang dilakukan oleh tim lain, disaksikan kaling dan istrinya.
Sikap Toni, tidak melakukan perlawanan dalam bentuk fisik, tapi melakukan alibi yang tidak konsisten. Secara pro justisia kita melakukan kegiatan formal di situ, tapi dia tidak mau kooperatif. Yang buka brangkas Toni dan istrinya. Setelah itu temen di dalam kamar bilang Toni masih bilang lupa kuncinya, saya taunya sudah dibuka. Saya tidak tau situasi di dalam kamar. Karena subjektif kami, informasi itu didapat dari tim yang menggeledah di rumah Toni. Kita anggap Toni ini penting, ada dokumen di situ, yang menguasai rumah itu Toni. Kami minta hadir, HPnya mati, lalu diserahkan sudah rusak yang diserahkan Edwin," kata Anam.
PH kemudian mempertanyakan perihal bukti elektronik percakapan yang dilakukan oleh Toni.
"Betulkah ada bukti elektronik di dalam HP Toni. Apakah betul ada percakapan? Ada berapa HP yang disita di rumah Toni," kata PH.
"Ada banyak, HP istri, jauhari, istri, Taskin, Tamron, Ayung, Albani. Karena kondisinya rusak, kita bawa ke unit analisis lab forensik digital, HP itu tidak bisa dibaca lagi. Setelah kita konfirmasi ke Taskin, ternyata ada percakapan beralihnya dokumen itu sampai ke Toni," kata Anam.
"Apakah ada bukti percakapan, chat, atau komunikasi lisan dari HP milik saksi lain terhadap Toni. Apabila dihubungkan dengan HP Toni, apakah berpengaruh tidak cukup bukti terhadap perkara niaga timah cluster VIP," tanya PH kembali.
"Kita tidak konsentrasi di situ, kita ke perkara pokok. Apakah ini ada perbintangan, berhubungan dengan tim lain. Jika seharusnya prosesnya mudah, ada motif di situ ada kesengajaan, maka bisa disebut merintangi," jawab saksi.
"Alat buktinya apa? Dalam penyidikan mencari titik terang siapa yang paling bertanggung jawab. Perbuatan mana yang dianggap tidak kooperatif," tanya PH yang dijawab saksi "Ketika ada jeda waktu kita untuk menemukan alat bukti, ada tindakan perintangan baik fisik maupun lisan kepada orang lain untuk merintangi. Misalnya kita nilai ada perbuatan menyimpang, ada upaya perintangan. Jika secara awal dokumen itu bisa dapatkan, kenapa kog ada di tempat lain, ketika di konfirmasi menghindar, dihubungi HP mati. Tidak ada jeda waktu, berhasil. Prosesnya tidak ada rintangan, berhasil".
Hakim sempat mempertanyakan perihal perintangan penyidikan yang dimaksudkan oleh para saksi.
"Subjektivitas ini merintangi penyidikan. Seandainya Toni pulang, mudah penyelidikan ini. Jika dilakukan kooperatif tidak ada perbintangan ini, bisa dijelaskan apa yang ada di situ, kita bisa meminta klarifikasi dan mempertanyakan apakah ada terkait dengan niaga timah." kata hakim.
"Dasar penggeledahan rumah Toni, informasinya data MCM ada yang hilang, tapi tidak tau alasan ke rumah Toni, feeling penyidik saja. Sama urgensi dengan membobol toko, kalau tidak salah ketika itu saya dapat informasi toko buka, pas ada kami tutup. Analisa kami di dalam ada orang, bisa juga ada jalan keluar atau tidak," kata saksi.
Atas pernyataan saksi ini, PH terdakwa mengatakan bahwa kliennya tidak pernah memerintahkan utuk merusak HP.
"Ini kan saksi penyidik, fakta persidangan tidak ada memerintahkan HP itu dirusak. Mereka bilang ada kemungkinan barang di toko, barang bukti di toko Akhi diindikasikan dibawa ke gerbang belakang. Padahal, gerbang belakang itu berhadapan dengan rumah Taskin yang lagi ada penggeledahan juga. Bagaimana logikanya?," kata Jhohan.
Toni Tamsil sendiri ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-9/F.2/Fd.2/01/2024 tanggal 25 Januari 2024 Jo dan Surat Penetapan Tersangka (PIDSUS-18) Nomor: TAP-09/F.2/Fd.2/01/2024 tanggal 25 Januari 2024.
Toni Tamsil adalah satu-satunya terdakwa dengan perkara Perintangan Penyidikan kasus dugaan korupsi IUP PT Timah, Tbk tahun 2015-2022.
Kasus korupsi ini sudah menjerat 22 orang tersangka termasuk diantaranya adalah Harvey Moeis suami artis Sandra Dewi, crazy rich Helena Lim, pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie, serta Mantan Dirut PT Timah Reza Pahlevi.
Laporan Kejagung, kasus ini mengakibatkan kerugian negara dengan taksiran mencapai Rp300 triliun.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait