Realisasi Energi Terbarukan Bak Otak Kosong Tanpa Pikiran : Akankah Nuklir Menjadi Alternatif Solusi
PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Pikiran tanpa isi adalah kosong, intuisi tanpa konsep adalah buta (Immanuel kant dalam buku critique of pure reason). Kutipan ini sangat relevan digunakan untuk menggambarkan situasi ketidakjelasan konsep kajian akademis yang sampai saat ini masih belum jelas pasca hadirnya wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di wilayah Bangka Belitung yang di nahkodai oleh PT Thorcon Power Indonesia.
Isu pembangunan PLTN memang sudah sejak lama menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat luas, yang dimana PT Thorcon Power Indonesia menargetkan Bangka Belitung sebagai wilayah dalam rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) tepatnya di pulau Kelasa, Kabupaten Bangka Tengah Kecamatan Lubuk Besar.
Desas desus wacana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) semakin masif digaungkan, setelah badan pengawas tenaga nuklir (BAPETEN) secara resmi mengeluarkan persetujuan evaluasi tapak untuk untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Dalam perizinan tapak pun, perlu perhatian khusus dan komprehensif sesuai dengan regulasi yang ada, apabila perizinan tapak sudah memenuhi prosedur, tentunya ini dapat menuju ke tahapan yang lebih dekat lagi dengan realisasi pembangunan PLTN.
Hadirnya PLTN menjadi alternatif dari krisisnya energi fosil dan juga dampak negatif lainnya yang disebabkan oleh energi tersebut. Mengingat bahwa Indonesia sebagai salah satu penyumbang terbesar emisi karbon terbesar di dunia, akibat dampak dari emisi karbon itu sendiri dapat mempengaruhi peningkatan suhu bumi, sehingga menyebabkan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.
Energi nuklir memiliki beberapa kelebihan yang menjadikannya sebagai alternatif energi terbarukan yang terus digaungkan oleh pemerintahan saat ini, sehingga proses realisasi pembangunan PLTN semakin dikebut untuk menjadikan energi nuklir sebagai salah satu sumber energi primer di tahun 2045 dan emisi nol bersih di tahun 2060.
Melalui pembangunan PLTN dengan fokus pengembangan energi terbarukan, tentunya dapat merubah status negara berkembang menjadi negara maju sesuai dengan visi Indonesia emas 2045.
Adapun dampak positif dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN):
• sebagai radioterapi dan pencitraan medis
• pemulihan tanaman dan sterilisasi hama
• pengolahan bahan kimia dan material
• pengurangan emisi karbon (ramah lingkungan)
• penyedia listrik daya tinggi
• efisiensi tinggi
• tarif penggunaan listrik terjangkau
Dalam hal ini, nuklir bisa dikategorikan menjadi energi yang sangat menjanjikan dimasa mendatang. Namun perlu diperhatikan lagi, tak hanya dampak positif, nuklir juga memiliki dampak negatif, adapun dampak negatif PLTN :
• ancaman bencana nuklir
• kerusakan lingkungan
• peningkatan suhu air laut
• paparan radiasi nuklir
• kebocoran limbah nuklir
Dampak positif dan negatif ini menjadi sorotan dan menjadi bahan pertimbangan dalam upaya realisasi pembangunan PLTN, belum lagi pertimbangan pada aspek lingkungan, masyarakat terdampak, dan juga kajian akademis yang belum rampung dilaksanakan.
PT Thorcon Power Indonesia dinilai terlalu terburu-buru dalam mengambil langkah, bila meninjau lebih jauh, muncullah pertanyaan sejauh mana kesiapan dari PT Thorcon Power Indonesia yang saat ini belum menunjukkan keseriusan terutama pada aspek kajian akademis, yang seharusnya sebelum melakukan wacana pembangunan PLTN, baik pihak PT Thorcon Power Indonesia maupun BAPETEN mestinya terlebih dahulu menerbitkan kajian akademis, kajian akademis ini nantinya menjelaskan secara rinci landasan filosofis, sosiologis dan yuridis sebagai dasar yang kuat pada suatu peraturan atau perundang-undangan.
Proses perumusan naskah akademik pun harus lah melibatkan partisipasi publik dan transparan. Belum lagi UU NO. 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran yang sudah usang dan tidak relevan lagi diaplikasikan, salah satunya karena belum mengatur bagaimana kerja sama dengan pihak luar negeri.
Dalam RPJN 2025-2040 ( Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ) salah satu landasan informasi tentang misi ke-4 supermasi hukum, stabilitas dan kepemimpinan Indonesia. Ditegaskan pada poin berikutnya bahwa hukum berkeadilan, keamanan nasional, dan demokrasi substansial. Pada poin pokok tersebut, belum menunjukkan progres yang nyata terhadap misi ke-4 diatas, yang disebabkan minimnya akses pada keterbukaan informasi publik, lemahnya penegakan supremasi hukum, konflik horizontal, dan cita-cita demokrasi substansial tergolong sangat jauh dari adil dan berdaulat.
Niall Ferguson menegaskan peradaban hadir dan jatuh oleh "enam aplikasi pembunuh" (killer apps) salah satunya adalah peraturan hukum dan pemerintahan. Yang bila ditafsirkan peraturan hukum dan pemerintahan harus memperjelas menunjukkan keberpihakan kepada rakyat, kemudian menghadirkan peradaban yang transparan, komprehensif, utuh dan seadil-adilnya, bukan menjadikannya sebagai alat kekuasaan untuk kepentingan elit oligarki.
Selanjutnya, ketidakjelasan kajian akademis ini menunjukkan bahwa PT Thorcon Power Indonesia hanya ingin memenuhi hasrat proyek strategis nasional (PSN) dan juga mengejar upaya perubahan status negara berkembang ke negara maju.
Lalu muncullah pertanyaan, bagaimana bisa proyek strategis nasional tetapi masih belum mempunyai kajian akademik?
Sungguh ironi ditengah wacana pembangunan PLTN, instansi terkait belum memiliki naskah akademik, hal ini bisa dikatakan cacat dan hanya menjadi proyek ambisius kosong tanpa konsep peraturan yang jelas.
Pihak yang terlibat pun bukan hanya melakukan sosialisasi tanpa hirarki yang jelas, sosialisasi yang dilakukan hanya mengutamakan dampak positif daripada mengutamakan sosialisasi dampak negatif dari pembangunan PLTN, yang seharusnya masyarakat perlu mengetahui bagaimana PT Thorcon Power Indonesia mencegah segala kemungkinan buruk nantinya terhadap aktivitas dari PLTN tersebut.
Penjelasan diatas menunjukkan adanya keraguan dalam realisasi PLTN, terlebih lagi dampak negatif yg dihadirkan cenderung lebih besar ketimbang dampak positif dari keberadaan PLTN. Kemudian ini menjadi persoalan yang kompleks, mengingat kejadian bencana nuklir dimasa lampau yang masih menjadi ketakutan dikalangan masyarakat luas.
Instansi terkait perlu mengadakan sosialisasi secara komprehensif dan keterbukaan informasi pada kajian akademis yang seharusnya lebih dulu diterbitkan, bukan mendahulukan hasrat keinginan menjadikan Indonesia menjadi negara maju.
Narasi pertumbuhan dan keadilan energi akan menjadi ilusi semata, bila hanya mengedepankan visi Indonesia emas di tahun 2045 tanpa mempertimbangkan berbagai aspek di lapangan yang masih menjadi perdebatan dan bahkan banyaknya penolakan pembangunan PLTN dikalangan masyarakat luas terutama di wilayah Bangka Belitung.
Seperti yang di sampaikan oleh Albert schweitzer "krisis dunia berasal dari kemanusiaan yang kehilangan gagasan etis tentang peradaban sebagai semua kemajuan yang dibuat oleh manusia" (kulturphilosophie, the philosophy of Civilization, 1923.). Manusia tidak pernah kehabisan gagasan dalam menciptakan sebuah kemajuan peradaban tapi sebuah peradaban akan hancur apabila gagasan etis tidak pernah diperuntukkan sebagai standar moral.
Dalam tulisan ini bahwasanya, dengan tegas menolak segala tahapan realisasi pembangunan PLTN yang dilakukan oleh pihak BAPETEN maupun PT Thorcon Power Indonesia.
Editor : Haryanto
Artikel Terkait
