Dikatakannya, pasal ketiga, adalah Pasal 8 A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI. Kami menilai pasal ini bertentangan dengan UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dimana seharusnya penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers bukan di KPI, sementara KPI kami nilai tidak independen karena dibentuk melalui keputusan di DPR.
“Bahwa sejatinya, komunitas pers mendapat mandat untuk membuat regulasi sendiri dalam rangka mengatur kehidupan pers yang sehat, profesional, dan berkualitas melalui self regulation. Karenanya setiap sengketa terkait produk jurnalistik baik itu penyiaran, cetak, digital (online) hanya dapat diselesaikan di Dewan Pers,” katanya.
Aliansi wartawan se-Babel menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU Penyiaran di gedung DPRD Babel, Selasa (21/5/2024). Foto: Istimewa/ IJTI Korda Basel.
Senada, Sekjen PWI Bangka Belitung, Fakhruddin Halim menyebut aksi penolakan ini sebagai bentuk perlawanan pers. Sebab Revisi RUU Penyiaran dinilai menyesatkan serta sebagai bentuk upaya pembungkaman.
“Seperti liputan investigasi itu harusnya didukung, bukan untuk dibungkam. Karena justru dari liputan investigasi itulah muncul informasi yang justru mendidik publik. Tapi upaya DPR untuk membungkam ini saya rasa tidak relevan dan justru mengkhianati demokrasi, mengkhianati reformasi,” katanya.
Editor : Muri Setiawan