PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi harus terbebas dari mafia pendidikan, titipan dari oknum tertentu atau jual beli kursi sekolah. Serta perlu adanya evaluasi pelaksanaan PPDB yang melibatkan seluruh unsur masyarakat.
Hal itu mencuat dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Himpunan Mahasiswa (HIMA) Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syaikh Abdurrahman Siddik (SAS) Bangka Belitung bekerjasama dengan Polda Kepulauan Babel. FGD yang mengangkat tema PPDB Mensejahterahkan atau Merugikan Pelajar di Babel ini, dilaksanakan di Hotel Grand Manunggal Kota Pangkalpinang, Selasa (26/9/2023).
FGD HIMA Dakwah IAIN SAS Babel terkait polemik PPDB sistem Zonasi. Foto: Istimewa.
FGD diikuti sekitar 80 orang peserta yang berasal dari ormas/ OKP, Mahasiswa, para Ketua Komite Sekolah, Kepala Sekolah dan masyarakat umum. Adapun narasumber yang dihadirkan seperti Rektor IAIN SAS Babel Dr. Irawan, M.S.I, Ketua Dewan Pendidikan Babel Prof. Bustami Rahman, M.sc, Ketua PGRI Wilayah Babel Dra. SR Kunlistiani, Kabid di Dinas Pendidikan Pemprov Babel Saipul Bahri, S.Pd, dan Dosen Psikologi IAIN SAS Babel Yandi Hafizallah. M.A.
"Kegiatan FGD oleh HIMA Dakwah IAIN SAS Babel dengan tema 'PPDB Mensejahterahkan atau merugikan Pelajar di Babel' ini, bertujuan untuk menampung aspirasi masyarakat dan menyuarakan aspirasi tersebut kepada pemangku jabatan dan akademisi terkait polemik yang tidak berujung yang membuat resah masyarakat Bangka Belitung," ujar Rektor IAIN SAS Babel, Dr. Irawan dalam sambutannya.
Diharapkan dengan adanya kegiatan FGD seperti ini, dapat memberikan edukasi dan solusi kepada para pemuda dan masyarakat atas polemik PPDB di Babel.
"Persoalan PPDB ini yang tidak bisa dilihat satu pandang saja, karena ketika anak yang mau masuk sekolah yang mereka inginkan tidak bisa. Oleh karena itu saya ucapakan terimah kasih kepada Polda Kepulauan Bangka Belitung karena telah mengadakan acara ini dan untuk itu saya buka acara ini. Kita berharap semua peduli terhadap pendidikan, apalagi dengan permaslahan PPDB ini terkait dengan undang-undang," katanya.
Ketua Dewan Pendidikan Babel, Prof. Bustami Rahman diawal paparannya mengatakan bahwa dalam UUD 1945 jelas disebutkan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, agar tercapai rasa keadilan.
Sementara, di Peraturan Menteri nomor 12 tahun 2012 yang mengganti zonasi berkeadilan sosial, dimana orang pintar dan bodoh bisa masuk sekolah yang diinginkan.
"Zonasi, mana jarak yang dekat sekolah membuat anak itu masuk. Sekolah itu favorit dalam pikiran orang-orang, itu harus masuk dalam sekolah terbaik, sedangkan zonasi itu menghilangkan sekolah favorit yang dimaukan pak menteri. Undang-undang ini baru berjalan 2018, sekarang 2023 sudah 5 tahun dengan peraturan ini.
Sistem pendidikan yang dibuat tidak melihat kondisi di masyarakat," katanya.
Sementara itu, Ketua PGRI Provinsi Babel, Dra. SR Kunlistiani mengutarakan bahwa sepanjang 37 tahun dirinya berkecimpung di dunia pendidikan, banyak persoalan yang muncul demi tujuan pendidikan berdasarkan keadilan sosial.
"Kami sudah Menyusun regulasi ini dari tahun 2002, selama 12 tahun, supaya berdasarkan keadilan sosial. Saya setuju terhadap Prof dengan adanya pra-kondisi, ini penting. Sekolah dulu disetarakan sarprasnya, fasilitasnya, gurunya. Saat saya menjadi kepala sekolah SMA 2, saya melakukan MoU dengan THB, boleh menggunakan lab SMADA sebelum adanya SMA 1 terlebih dahulu SMA Sriwijaya," ujarnya.
Dia mengatakan kalau sekolah swasta itu biayanya relatif mahal, sehingga akhirnya pemerintah mencari cara memberi bantuan sebesar 20% dari Pemda, untuk membantu murid-murid yang masuk ke sekolah swasta.
"Guru-guru hanya mengikuti kebijakan dari pemerintah setempat. Pertanyaannya, PPDB mensejahterakan atau malah sebaliknya? Jika Sekolah di Pangkalpinang mencukupi, orang tua logowo dan bisa PPDB ini berjalan baik," ujarnya.
Saipul Bahri, S.Pd dari Dinas Pendidikan Pepmrov Babel menyampaikan, pihaknya dari Dinas Pendidikan menyikapi beberapa hal yg ada di Babel, terutama mengenai dengan permasalahan PPDB pendidikan, namun saat ini Menteri Pendidikan sudah mengevaluasi setiap permasalahan yang ada," katanya.
Dikatakan Saipul, untuk tahun 2022 Dinas Pendidikan Babel mengkombinasikan cara dan niat mengacu dengan Permendikbud 2021 tentang peraturan zonasi sekolah, namun kita tau dampaknya di masyarakat terhadap kurang semangatnya kompetensi anak dalam bersaing mengejar prestasi terhadap pendidikan yang akan dikejar semakin berkurang.
Untuk di Bangka Belitung sendiri, kata dia, setiap tahun pasti ditemukan adanya permaslahan terkait dengan pendidikan dan macam-macam permasalahan lainnya, salah satunya mengenai zonasi terhadap sekolah.
"Sejauh ini niat kita dari Dinas Pendidikan memperbaiki dengan cara dengan melihat dari kualitas anak-anak yang berprestasi dan memang layak untuk masuk ke sekolah tersebut, bukan dengan cara titipan. Di Pangkalpinang terhadap regulasi zonasi kami ingin menyikapi terkait dengan adanya di 2 daerah di Babar dan Pangkalpinang yang merupakan minat daripada di siswa untuk mengejar ke SMAN 1 yang dimana banyak diminati oleh para siswa yang berprestasi namun terbentur dengan adanya zonasi, maka banyak menuai protes dari masyarakat dikarenakan banyak yang tidak sesuai dengan persyaratan untuk masuk ke sma tersebut," ujarnya.
"Sampai saat ini, kita Dinas Pendidikan belum mengetahui untuk kedepan minat dari anak-anak mereka akan ke SMA atau ke SMK, namun mengingat tahun ini dan tahun-tahun kemarin minat dari para siswa untuk mengejar SMA Negeri terutama SMA 1 Pangkalpinang, sementara utk SMK terutama SMK swasta sangat kurang diminati oleh siswa dan orang tua," katanya lagi.
Sejumlah peserta FGD ikut memberikan tanggapan atas paparan narasumber, terutama terkait sistem zonasi yang dinilai masih merugikan para siswa yang memiliki prestasi.
Menjawab persoala itu, Prof. Bustami Rahman mengatakan bahwa para orang tua harus bersabar, karena sistem pendidikan di Indonesia ke depan akan lebih baik lagi.
"Bersabar, yang kita lakukan sekarang berikhtiar, karena adanya perbedaan pendapat untuk menjadi lebih baik. Bagaimana Indonesia kedepannya lebih baik. Mengapa kita kacau, kareaa suka yang pintas-pintas, tidak ada planning, misal sekolah dibuka tidak pernah ada planning," katanya.
Editor : Muri Setiawan