Kader sebagai tulang punggung organisasi yang ditempa sedemikian rupa agar mampu memaksimalkan potensi diri pada setiap proses yang ia selami, dituntut untuk dapat memunculkan eksistensi secara kelembagaan. Teknologi yang berkembang kian pesat adalah sarana yang tepat dalam mempublikasikan keberadaan HMI kepada masyarakat yang tumbuh di lingkungan dunia maya.
Para alumni yang dahulu menghidupi organisasi, loyalis dan idealis -dalam ceritanya, namun tak tergambar jelas perbuatan hari ini- hidup dalam perkembangan teknologi yang luar biasa masif. Dari surat-menyurat, wartel, komputer, hingga android adalah fase yang mereka lewati. Organisasi tak lepas dari NDP (HMI DIPO) atau bahkan Khittah Perjuangan (HMI-MPO) yang dinilai relevan hingga saat ini sebagai paradigma gerakan HMI.
Sejenak perlu kita renungi bersama, keberadaan organisasi ini apakah menghasilkan manfaat atau bahkan mudharat? Tahun 1986 menjadi titik awal perpecahan di tubuh organisasi yang bernafaskan Islam berkat adanya instruksi penggunaan Asas Tunggal Pancasila. Padahal Prof. Lafran Pane pernah berujar pada wawancara media kompas tahun 1983, "Lebih baik saya mengingatkan bahwa HMI adalah organisasi yang pertama kali menonjolkan kepentingan nasional, yaitu mempertahankan negara Republik Indonesia sesuai dengan UUD 1945. Dengan sendirinya meliputi pula pembukaan UUD 1945 dimana di dalamnya tercantum Pancasila.", namun apa daya egoisme Pengurus Besar berbuah perpecahan. Ada pihak yang yang tetap ingin konsisten dengan asas islam dan ada pihak yang keukeuh agar mengikuti aturan untuk merubah asas menjadi pancasila.
Editor : Muri Setiawan