JAKARTA, Lintasbabel.iNews.id - Sejumlah dokumen terkait kasus dugaan suap mahasiswa baru disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dokumen itu disita KPK usai menggeledah tiga perguruan tinggi negeri (PTN) sejak 26 September hingga 7 Oktober 2022 lalu.
Ketiganya yaitu Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten; Universitas Riau (Unri) Pekanbaru serta Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
Penggeledahan itu difokuskan di ruang kerja rektor serta beberapa ruangan lainnya. Dan merupakan langkah KPK untuk terus mengusut kasus dugaan suap penerimaan calon Mahasiswa Baru (Maba).
"Sebagai tindak lanjut pengumpulan alat bukti untuk perkara ini, tim penyidik sejak 26 September 2022 sampai 7 Oktober 2022 telah selesai melaksanakan penggeledahan di tiga PTN," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Senin (10/10/2022).
Dari penggrebekan itu, penyidik berhasil menemukan dan mengamankan sejumlah dokumen serta bukti elektronik usai menggeledah tiga PTN tersebut.
Dokumen serta bukti elektronik itu diduga berkaitan dengan dugaan suap penerimaan Maba tahun 2022. KPK disinyalir sedang mengembangkan kasus suap penerimaan Maba di Universitas Lampung (Unila).
"Bukti yang ditemukan dan diamankan yaitu berbagai dokumen dan bukti elektronik terkait dengan penerimaan mahasiswa baru termasuk seleksi mahasiswa dengan jalur afirmatif dan kerja sama. Bukti-bukti dimaksud akan dianalisis dan disita serta dikonfirmasi lagi pada para saksi maupun tersangka untuk menjadi kelengkapan berkas perkara," tuturnya.
Sekadar informasi, KPK saat ini sedang menyidik kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) tahun 2022. KPK telah menetapkan empat tersangka terkait suap penerimaan calon mahasiswa baru di Unila tersebut.
Keempat tersangka tersebut yakni Rektor Unila, Karomani (KRM); Wakil Rektor (Warek) 1 Bidang Akademik Unila, Heryandi (HY); Ketua Senat Unila, M Basri (MB) serta pihak swasta, Andi Desfiandi (AD).
Karomani, Heryandi, dan Basri, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Andi Desfiandi, tersangka pemberi suap.
Karomani diduga mematok atau memasang tarif Rp100 juta hingga Rp350 juta bagi para orang tua yang menginginkan anaknya masuk di Unila. Karomani diduga telah berhasil mengumpulkan Rp5 miliar dari tarif yang ditentukan tersebut.
Uang dugaan suap itu diterima Karomani melalui sejumlah pihak perantara di antaranya Heryandi dan M Basri. Salah satu pihak swasta yang menyuap Karomani yakni, Andi Desfiandi.
Atas perbuatannya, Andi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Karomani, Heryandi, dan M Basri selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Editor : Muri Setiawan