Belajar dari China
Kemampuan yang dimiliki China saat ini, karena ilmuwan dan insinyur China sudah memulai penelitian dan pengembangan sejak 1952, yang menjadikannya saat ini menjadi eksportir tanah jarang terbesar dunia. Riset dan pengembangannya beafiliasi ke Universitas Peking, Changchun Institute of Applied Chemistry, Beijing General Research institute, dan Baotou Rare Earth Research Institute yang merupakan lembaga riset tanah jarang terbesar dunia.
Dengan kemampuan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang dimilikinya, China mengontrol ekspor tanah jarang dunia. Bercermin kepada China sebagai negara yang mengontrol perdagangan tanah jarang dunia, kini negara itu telah menguasai teknologi tinggi, seperti teknologi militer, turbin, komputer, smart phone, flat monitor, automotif, termasuk kereta api capat.
Kita mengenal Shanghai motor, Wuling, Dongfeng, Shanghai Electric & Dongfang untuk pembangkit listrik, Lenovo, ZTE, Xiaomi, Oppo dan Huawei untuk teknologi informasi, Changchun Railway & Tangshan Railway untuk teknologi kereta api cepat. Produsen tanah jarang dunia disamping China adalah, Australia, AS, Rusia, India, Brazil, Burundi, dan sebagain negara Asean, Malaysia, Vietnam, Thailand, Burma (USGS, Reuters 2019).
Karena peran pentingnya di industri teknologi tinggi, tanah jarang tidak hanya merupakan aset ekonomi, tetapi juga merupakan aset dan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang strategis. Sudah saatnya, Indonesia termasuk bagian dari negara dunia yang masuk dalam daftar produsen tanah jarang dunia yang dapat digunakan sebagai daya tawar diplomatik sekaligus untuk melangkah menuju negara yang menguasai teknologi tinggi.
Artikel ditulis oleh Mudi Kasmudi (Praktisi Industri, Energi dan Pertambangan)
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait