Tanah Jarang (Rare Earth) dan Daya Tawar Diplomatik

Mudi Kasmudi
Karl Axel Arrhenius, Penemu Pertama Kali Rare Earth

DISEBUT tanah jarang (rare earth), bukan karena sumberdaya mineralnya jarang atau langka, tetapi karena kandungannya dalam bijih mineral sangat sedikit. Sumberdaya mineral tanah jarang di Indonesia, banyak tersebar di Bangka Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Halmahera sampai Papua.

Karena kandungannya sangat kecil dan susunan mineralnya yang kompleks, sehingga untuk mengekstraksinya membutuhkan biaya besar, memerlukan proses yang kompleks, termasuk memisahkan terhadap elemen radioaktif seperti Uranium dan Thorium.

Walaupun begitu, harga elemen tanah jarang masih ekonomis dan sejak 2010 harganya selalu lebih tinggi dari emas. Elemen tanah jarang mudah untuk diketahui pada tabel sistem periodik elemen kimia Mendeleev yang disempurnakan Deming, yang diajarkan pada pelajaran IPA.

Elemen tanah jarang terdiri dari 17 elemen kimia dari golongan logam; 15 dari golongan Lantanida (Lanthanum, Cerium, Praseodymium, Neodymium, Promethium, Samarium, Europium, Gadolinium, Terbium, Dysprosium, Holmium, Erbium, Thulium, Ytterbium, Lutetium) dan 2 dari golongan 3 (Scandium, Yttrium).

 

Aplikasi Tanah Jarang

Material elemen tanah jarang adalah bahan utama yang paling penting untuk industri komponen teknologi tinggi, seperti untuk misil peluru kendali presisi tinggi, mobil listrik, modul kontrol automotif, reaktor nuklir, peralatan militer yang canggih, satelit dan sistem penginderaan, radar, detektor dan sensor, laser dan Infra merah. Selain itu juga mesin jet, generator turbin, komputer, smart phone, flat TV, peralatan rumah sakit MRI, katalis reaktor kilang minyak, petrokimia dan yang lainnya.

Peranan tanah jarang di industri teknologi tinggi tidak bisa tergantikan oleh elemen unsur yang lain, mengingat sifat alamiahnya yang unik. Jika pun menggunakan substitusi yang lain, kemampuan, performa dan efisiensinya tidak sebaik tanah jarang. Sebagai contoh Neodymium (Nd), adalah bahan untuk magnet yang mempunyai kekuatan 10 kali lipat dari magnet biasa, yang digunakan pada generator turbin angin, dinamo penggerak mobil listrik, speaker kualitas tinggi, dan lainnya.

Daya Tawar Diplomatik

Di abad 21 ini, fakta menunjukkan bahwa tidak hanya minyak sebagai kekuatan diplomatik, tetapi juga negara yang memproduksi elemen tanah jarang, juga mempunyai daya tawar yang tinggi di mata dunia sebagai kekuatan diplomatik, dan akan memiliki kemampuan untuk menguasai teknologi tinggi.

Sebagai contoh adalah China yang merupakan eksportir tanah jarang tebesar dunia. Pada 2010, China pernah mengembargo ekspor tanah jarang ke Jepang, karena masalah sengketa territorial, yang mengakibatkan terganggunya industri elektronik, komputer, industri automotif dan pendukungnya.

China mempunyai kapasitas produksi elemen tanah jarang terbesar dunia yaitu sekitar 94% (Jha, 2014), dan Amerika serikat (AS) adalah importir terbesar dari China, sekitar 80% dari produksinya. Perusahaan besar yang menggunakan antara lain Raytheon, Lockheed Martin, BAE untuk komponen industri militer misil presisi tinggi, Apple untuk smartphone, Tesla untuk mobil listrik, General Electric, dan lainnya.

China dan AS, kerap terjadi perang dagang dan perang diplomatik, akan tetapi China mempunyai daya tawar diplomatik, dengan ancaman penghentian ekspor tanah jarang ke AS, yang dapat menurunkan output industri teknologi tinggi.

Tanah jarang merupakan elemen vital pada industri kamponen di industri teknologi tinggi, dan belum lama terjadi ketika pandemi Covid-19 yang baru lau, dimana China melakukan lock down, berakibat penurunan produksi tanah jarang yang berdampak pada negara lain pada industri automotif, dengan penurunan produksi dan penghentian operasi sebagian pabriknya, seperti Toyota, Nissan, Honda, VW, Daimler Benz.

Belajar dari China

Kemampuan yang dimiliki China saat ini, karena ilmuwan dan insinyur China sudah memulai penelitian dan pengembangan sejak 1952, yang menjadikannya saat ini menjadi eksportir tanah jarang terbesar dunia. Riset dan pengembangannya beafiliasi ke Universitas Peking, Changchun Institute of Applied Chemistry, Beijing General Research institute, dan Baotou Rare Earth Research Institute yang merupakan lembaga riset tanah jarang terbesar dunia.

Dengan kemampuan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang dimilikinya, China mengontrol ekspor tanah jarang dunia. Bercermin kepada China sebagai negara yang mengontrol perdagangan tanah jarang dunia, kini negara itu telah menguasai teknologi tinggi, seperti teknologi militer, turbin, komputer, smart phone, flat monitor, automotif, termasuk kereta api capat.

Kita mengenal Shanghai motor, Wuling, Dongfeng, Shanghai Electric & Dongfang untuk pembangkit listrik, Lenovo, ZTE, Xiaomi, Oppo dan Huawei untuk teknologi informasi, Changchun Railway & Tangshan Railway untuk teknologi kereta api cepat. Produsen tanah jarang dunia disamping China adalah, Australia, AS, Rusia, India, Brazil, Burundi, dan sebagain negara Asean, Malaysia, Vietnam, Thailand, Burma (USGS, Reuters 2019).

Karena peran pentingnya di industri teknologi tinggi, tanah jarang tidak hanya merupakan aset ekonomi, tetapi juga merupakan aset dan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang strategis. Sudah saatnya, Indonesia termasuk bagian dari negara dunia yang masuk dalam daftar produsen tanah jarang dunia yang dapat digunakan sebagai daya tawar diplomatik sekaligus untuk melangkah menuju negara yang menguasai teknologi tinggi.
 

Artikel ditulis oleh Mudi Kasmudi (Praktisi Industri, Energi dan Pertambangan)

 

 

Editor : Muri Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network