Alasan kepindahannya karena saat itu ada banyak fitnah bahwa keturunan Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam bakal mengambil alih kekuasaan. Fitnah ini membuat pemerintah yang berkuasa saat itu cemas sehingga banyak keturunan Nabi diburu bahkan dibunuh.
Imam Ahmad bin Isa tidak mau anak-anaknya terlibat dalam keruwetan politik, akhirnya dia bicara dengan saudaranya, Muhammad bin Isa, bahwa saya akan hijrah.
Hadhramaut, sebuah lembah yang cukup subur untuk ukuran negeri Yaman, tetap saja suatu negeri miskin, kering kerontang, dan tidak ada apa-apa, demikian kata Habib Zein. "Dia memikirkan supaya anak dan keturunannya memegang agama dengan murni, tidak terkontaminasi segala macam masalah politik."
"Zaman itu Hadhramaut dihuni penduduk lokal yang tidak memegang mazhab seperti kita. Ahmad bin Isa berdakwah di situ. Dia mendapatkan perlawanan-perlawanan, penolakan-penolakan yang cukup keras sehingga terjadi friksi, sampai dia mendapatkan murid dan pengikut," cerita Habib Zein bin Umar.
Keturunan dari Ahmad al Muhajir inilah hingga Muhammad al-Faqih Muqaddam yang pergi ke Asia Tenggara dan Nusantara. "Dari tiga golongan orang-orang Hadhramaut yakni Sa'adah, Masyaikh, Qabail, kita lebih mengenal Sayyid. Golongan ini yang kemudian kita kenal juga dengan panggilan Habib," kata Habib Zein seraya meluruskan istilah Habib.
"Seharusnya kita harus bisa memilah antara Sayyid dan Habib. Apakah dia benar-benar baik, mengajar dengan ilmu dan akhlaknya juga baik, dan dia menjadi panutan?" Salah kaprah antara Habib dan Sayyid ini jadi perhatian Habib Zein.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait