Maka, melalui data tersebut, jika dikalkulasikan dengan luas daratan Kepulauan Babel, ± 30% dikuasai oleh sektor perekebunan kelapa sawit, namun dalam hal ini tidak lebih dari 10% perkebunan kelapa sawit yang dikelola dan dimiliki oleh rakyat Bangka Belitung.
Sehingga timbul pertanyaan dari 30% luas perkebunan kelapa sawit di Babel dikelola oleh siapa ? dan impact terhadap partisipasi pembangunan daerah itu seperti apa ? apakah rakyat Bangka Belitung suda merasakan kesejahteraan dengan adanya perkebunan kelapa sawit ?
Disisi lainnya, Bangka Belitung juga dianugerahi oleh Tuhan YME sumber daya alam yang melimpah, salah satunya pada sektor pertambangan timah. Melalui semangat pemekaran, kesejahtereaan rakyat yang dikedepankan dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam itu sendiri.
Tercatat lebih kurang luas daratan disebutkan di paragraph sebelumnya hampir 27,56 % yang memililiki izin usaha pertambangan (IUP). Belum lagi tercatat lahan dalam keadaan kritis yang ditinggalkan begitu saja terjadi, akibat adanya proses pertambangan di Babel yang ±123.000 hektar.
Maka seharusnya ini menjadi PR (pekerjaan rumah) utama untuk segera diperbaiki, mengingat hal demikian sudah menjadi tanggung jawab bagi pemegang IUP untuk melakukan reklamasi, sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU no 2 tahun 2020 tentang mineral dan batu bara.
Sehingga dalam paragraf ini pun, timbul pertanyaan setelah pasca tambang rakyat Babel bisa apa ? Sudah siapkah Babel menghadapi pasca tambang?
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait