BANGKA BARAT, lintasbabel.id - Sebanyak 107 kasus demam berdarah tercatat di Kabupaten Bangka Barat, selama periode Januari hingga November 2021. Namun, dari jumlah tersebut tidak semuanya demam berdarah dengue, adapula termasuk penyakit demam dengue.
Perbedaan pada kedua penyakit ini, terletak pada hal trombosit, jika demam dengue trombositnya masih dalam kategori normal. Namun untuk pasien DBD, trombositnya menurun dengan cepat bahkan harus dilakukan transfusi darah.
"Bahkan yang lebih bahaya yang seperti kemarin ada yang namanya DSS (Dengue Shock Syndrome), betul-betul pembuluh darah sudah kolaps sudah pecah, sudah hemaptoe atau muntah darah, sudah keluar darah dari hidung. Itu yang sulit sekali kami kendalikan, bahkan kami lihat anak usia lima tahun setengah sudah meninggal dunia," kata Kepala Puskesmas Muntok, Harianto, Kamis (18/11/2021).
Berdasarkan data sejak tahun 2017, kasus DBD paling tinggi terjadi pada anak berusia antara 4 sampai 14 tahun, dengan catatan sebanyak 59 kasus.
"Artinya ini adalah anak-anak pra sekolah dan SLTP, bisa saja mungkin digigitnya bukan di rumah, bisa saja di TPA, sekolah atau tempat-tempat yang lainnya," tuturnya.
Karena itu, pihaknya dalam setiap kasus tidak langsung melakukan fogging, tapi harus melewati penyelidikan epidemiologi terlebih dahulu guna memastikan darimana si pasien digigit nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus dengue.
"Begitu pun abatisasi atau tabur abate, itu hanya membunuh atau menghindari nyamuk. Kalau tempat penampungan air itu kecil, bisa dikuras sebaiknya dilakukan 3M, kecuali memang ada tempat penampungan air yang sangat besar dan jarang sekali dikuras, bisa kita berikan bubuk abate," katanya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait