Ternyata kata dia, memiliki MoU atau naskah perjanjian kerjasama resmi antara Gubernur Kepulauan Bangka Belitung yang lalu, selaku Pihak Pertama dan Direktur PT Narina Keysa Imani (Reza Aditama) selaku Pihak Kedua.
"Sebuah perjanjian resmi yang melupakan salah satu unsur dalam kerjasama dalam pemanfaatan hutan yakni tidak melibatkan aparatur desa maupun masyarakat setempat, diduga telah menjadi indikasi bahwa kesepatakan tersebut dilakukan di bawah tangan atau secara sembunyi-sembunyi sebab hanya melibatkan sebagian pihak," katanya.
Menurutnya, berdasarkan naskah kerjasama dengan nomor 522/II-a/Dishut tersebut menyebutkan tentang kerjasama pemanfaatan hutan pada Hutan Produksi Kotawaringin Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari 30 April 2019 sampai dengan 30 April 2039) seluas ± 1.500 Ha.
"Tak hanya itu, kejanggalan lainnya muncul ketika status kawasan hutan berbeda dari berbagai belah pihak. Menurut Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), kawasan tersebut berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) sedangkan Dinas Kehutanan sendiri menyebut kawasan tersebut berstatus Hutan Produksi (HP). Hal ini pun membuat masyarakat Desa Labuh Air Pandan resah terkait kejelasan status hutan di wilayah mereka sendiri," ujarnya.
Editor : Haryanto