PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - PT. Narina Keisha Imani (NKI), diduga melakukan perjanjian kerjasama pemanfaatan hutan di bawah tangan dianggap tanpa pengetahuan masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka. Sementara ada klaim yang menyatakan masyarakat di sana, tidak mendapatkan haknya.
Gerakan Mahasiswa Peduli Hutan Rakyat (GMPHR) Bangka Belitung, melakukan audiensi kepada Panitia Khusus (Pansus) izin hutan rakyat DPRD Provinsi Bangka Belitungll, untung mencari jalan keluar terkait persoalan tersebut, Senin (17/10/2022).
Ketua GMPHR Bangka Belitung Aldy Kurniawan mengatakan, permasalahan itu harus segera diselesaikan dan diusut dengan cepat serta profesional, dikarnakan ada penolakan dari masyarakat.
"Hak masyarakat atas kepemilikan tanah telah dirampas secara tidak adil dan dengan melihat hal ini, kemungkinan begitu banyak permasalahan serupa yang dapat dituntaskan nantinya" kata Aldy Kurniawan.
Diketahui perjanjian kerjasama pemanfaatan hutan di bawah tangan tanpa sosialiasi, serta tanpa sepengetahuan masyarakat kembali terjadi kepada masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka.
"Pemanfaatan hutan itu dilakukan oleh PT. NKI, salah satu perusahaan yang bergerak dibidang agrobisnis asal Bangka Belitung," ucapanya.
Aldy menuturkan, sebelum melakukan audiesi dengan tim khusus izin hutan rakyat, GMPHR lebih dulu berdialog dengan masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka.
"Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bersama masyarakat sepakat untuk menolak keras keberadaan perusahaan tersebut, dengan alasan keberadaan perusahaan yang dimaksud sama sekali tidak memberikan kontribusi dan manfaat bagi masyarakat setempat," ujarnya.
Bahkan, kata dia bertolak belakang dengan kearifan lokal Desa Labuh Air Pandan. Penolakan itu juga berdasarkan hasil musyawarah desa yang dilakukan pada 25 Juni 2020.
Selain itu juga Aldy menjelaskan, kejanggalan muncul ketika izin pemanfaatan hutan oleh PT NKI yang tanpa melibatkan aparatur desa maupun masyarakat tersebut.
Ternyata kata dia, memiliki MoU atau naskah perjanjian kerjasama resmi antara Gubernur Kepulauan Bangka Belitung yang lalu, selaku Pihak Pertama dan Direktur PT Narina Keysa Imani (Reza Aditama) selaku Pihak Kedua.
"Sebuah perjanjian resmi yang melupakan salah satu unsur dalam kerjasama dalam pemanfaatan hutan yakni tidak melibatkan aparatur desa maupun masyarakat setempat, diduga telah menjadi indikasi bahwa kesepatakan tersebut dilakukan di bawah tangan atau secara sembunyi-sembunyi sebab hanya melibatkan sebagian pihak," katanya.
Menurutnya, berdasarkan naskah kerjasama dengan nomor 522/II-a/Dishut tersebut menyebutkan tentang kerjasama pemanfaatan hutan pada Hutan Produksi Kotawaringin Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari 30 April 2019 sampai dengan 30 April 2039) seluas ± 1.500 Ha.
"Tak hanya itu, kejanggalan lainnya muncul ketika status kawasan hutan berbeda dari berbagai belah pihak. Menurut Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), kawasan tersebut berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) sedangkan Dinas Kehutanan sendiri menyebut kawasan tersebut berstatus Hutan Produksi (HP). Hal ini pun membuat masyarakat Desa Labuh Air Pandan resah terkait kejelasan status hutan di wilayah mereka sendiri," ujarnya.
Menurutnya apabila merujuk kepada BATB Tanggal 14 Maret 1992 berstatus APL. Kemudian, berdasarkan SK.76/Kpts-II/2001 Tanggal 15 Maret 2001 berstatus APL, dan SK. 357/Menhut-II/2004 Tanggal 1 Oktober 2004 berstatus APL. Sedangkan SK.798/Menhut-II/2012 Tanggal 27 Desember 2012 berstatus HP.
Beberapa hal tersebut akhirnya menjadi alasan dasar BPD dan masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Mendo Barat, Bangka menolak keras keberadaan PT. NKI.
Sebelumnya, pihak desa bersama masyarakat telah melakukan audiensi dengan DPRD Bangka Belitung, hasil audiensi menjadi dasar dibentuknya Panitia Khusus izin kawasan hutan yang bertugas menuntaskan permasalahan yang sedang terjadi.
"Berdasarkan hal ini GMPHR mengawal secara penuh agar permasalahan ini akan terselesaikan dan masyarakat dapat mendapatkan hak nya kembali," ucapnya.
Ketua Komisi III DPRD Babel Adet Mastur sekaligus Panitia Khusus (Pansus) izin hutan rakyat DPRD Provinsi Bangka Belitungbmengatakan, mereka menerima dan mendengar terkait aduan yang disampaikan oleh GMPHR.
Dengan telah terbentuk pansus berkaitan dengan izin hutan rakyat, tidak lain tujuanya untuk menyerap semua aspirasi masyarakat se Babel berkaitan dengan kawasan hutan.
"Kami dari pansus akan mengelurkan rekomendasi-rekomendasi dan harus melalui proses pemanggalian, supaya data-data betul kongkrit dan ada," kata Adet.
Politikus PDI-P ini berharap, persoalan kawasan hutan ini tidak menghambat kegiatan masyarakat di Babel.
"Karena yang mana kawasan hutan banyak di kelola masyarakat. Tinggal pemerintah sebetulnya membentuk kelompok, sehingga mereka bisa bekerja berusaha di kawasan hutan. Kami ingin adanya kepastian status hutan dengan peta petanya, berapa luas kawasan hutan," tuturnya.
Editor : Haryanto