BANGKA BARAT, lintasbabel.id - Rencana akan kembalinya operasi Kapal Isap Produksi (KIP) PT Timah di perairan Teluk Kelabat Dalam (TKD) mendapat respon dari nelayan dan mahasiswa.
Nelayan yang tergabung dalam Forum Nelayan Pecinta Teluk Kelabat Dalam (FNPTKD), yang berasal dari 10 Desa di kawasan perairan Teluk Kelabat Dalam (TKD) yakni Desa Pusuk, Bakit, Semulut, Rukem, Kapit, Tuik, Beruas, Pangkalniur, Berbura, dan Riding Panjang, melakukan musyawarah merespon rencana akan beroperasinya Kapal Isap Produksi (KIP) PT Timah di perairan TKD. Selin itu, mereka juga menanggapi hasil rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA) Bangka Belitung pada 22 Oktober 2021 di Hotel Santika, Kota Pangkalpinang.
Musyawarah FNPTKD bersama Aliansi BEM Bangka Belitung, dilaksananakan pada Kamis (28/10/2021) sore, di dermaga Desa Pusuk Kabupaten Bangka Barat, turut dihadiri perwakilan masing-masing nelayan desa di kawasan TKD.
Seluruh peserta musyawarah menentang keras dan menolak rencana operasi KIP dan aktivitas pertambangan jenis apapun di kawasan perairan TKD.
Aliansi BEM Babel dalam musyawarah tersebut, memaparkan kajian baik dari persfektif Dampak Lingkungan, Ekonomi,Sosial dan budaya, Yuridis berkenaan dengan adanya operasi KIP di kawasan tersebut, serta evaluasi atau melihat fakta lapangan dari dampak beroperasinya KIP.
"Bahwasanya perairan TKD tempat berkehidupan sehari-hari masyarakat di kawasan ini yang sudah berabad-abad menempati dan melakukan aktivitas perekonomian, sosial dan budaya dengan tetap menjaga alam mereka dari kerusakan manusia," kata Ketua Umum FNPTKD, Maryono dalam keterangan persnya yang diterima lintas Babel, Kamis (4/11/2021.
Dikatakan Maryono, dalam sejarah peradaban Bangka Belitung, TKD memiliki peranan yang amat sangat penting bagi masyarakat dari sektor ekonomi. Sudah ribuan tahun mampu menggerakkan ekonomi masyarakat untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dengan mengoptimalkan kekayaan flora dan fauna di laut seperti ikan, terumbu karang, udang, kepiting, rumput laut, hutan mangrove dan lain-lain.
Editor : Muri Setiawan