"Dengan isu perkawinan anak ini, kita semua menerima berbagai reaksi yatu adanya tensi dari berbagai kelompok tentang batas usia minimum perkawinan," katanya.
Kemudian tuturnya, membuka adanya ruang diskresi pemberian dispensasi nikah bagi anak-anak usia di bawah umur dan ada beragam praktik yang dilakukan pengambilan kebijakan tingkat lokal, tentang bagaimana mereka menerima atau meloloskan pernikahan di bawah usia," ucap Puguh.
Oleh karena itu, dalam riset ini Balitbang Hukum dan HAM ingin mempelajari bagaimana konteks struktur, kultur, dan proses sosial yang ada. Jika sudah mengetahui berbagai hal tersebut, harapannya dapat diketahui langkah apa yang harus dilakukan untuk merespon isu perkawinan anak.
"Pelaksanaan FGD ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang fenomena perkawinan anak, tantangannya, serta bagaimana penanggulangan fenomena ini melalui perspektif-perspektif yang berbeda dari tiap pemangku kepentingan dan memetakan strategi intervensi yang bisa diambil oleh stakeholder masing-masing," kata Puguh.
Kegiatan FGD tersebut dihadiri oleh Kepala Balitbang Hukum dan HAM (Sri Puguh Budi Utami) beserta jajaran, Kepala Kantor Wilayah (T. Daniel L. Tobing), Kepala Divisi Administrasi (Itun Wardatul Hamro), Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM (Eva Gantini) beserta jajaran, dan perwakilan dari berbagai Instansi seperti Pengadilan Agama, Kementerian Agama, BAPPEDA, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Dinas Pendidikan, Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak, serta Ketua dari Aktivis Perlindungan Anak di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Editor : Haryanto