PANGKALPINANG, lintasbabel.id - Dalam rangka mendukung pelaksanaan Kajian Cepat Penanggulangan Perkawinan Anak, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kepulauan Bangka Belitung menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD). FGD tersebut merupakan FGD Kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM.
Kegiatan yang bertemakan Mengurai Isu Perkawinan Mendorong Kolaborasi Lokal dalam Menjawab Tantangan Global tersebut, dilaksanakan di Balai Pengayoman Kantor Wilayah, Senin (27/6/2022).
“Adapun kegiatan FGD hari ini merupakan tindak lanjut surat dari Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, yang mengamanatkan dilakukannya kerja sama melalui Balitbang Hukum dan HAM," kata Kakanwil Kemenkumham Babel, T. Daniel L. Tobing.
Tentunya, harap diakegiatan FGD ini dapat menjadi media sharing, pengumpulan data, sekaligus silaturahmi antar instansi untuk mendukung pengendalian pernikahan anak di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
"Diharapkan juga adanya diskusi dan masukan dari narasumber agar Kemenkumham khususnya Balitbang Hukum dan HAM bisa mendapatkan informasi lebih dalam mengenai topik pernikahan anak ini," ujar Kakanwil.
Kepala Balitbang Hukum dan HAM, Sri Puguh Budi Utami mengatakan bahwasanya perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
“Hal ini mengingat bahwa perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak, seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak,” ujar Sri Puguh.
Berdasarkan data BPS, sebanyak 21 provinsi memiliki angka perkawinan anak di atas angka nasional, dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menduduki peringkat pertama dengan jumlah terbanyak angka perkawinan anak di bawah 19 tahun.
"Dengan isu perkawinan anak ini, kita semua menerima berbagai reaksi yatu adanya tensi dari berbagai kelompok tentang batas usia minimum perkawinan," katanya.
Kemudian tuturnya, membuka adanya ruang diskresi pemberian dispensasi nikah bagi anak-anak usia di bawah umur dan ada beragam praktik yang dilakukan pengambilan kebijakan tingkat lokal, tentang bagaimana mereka menerima atau meloloskan pernikahan di bawah usia," ucap Puguh.
Oleh karena itu, dalam riset ini Balitbang Hukum dan HAM ingin mempelajari bagaimana konteks struktur, kultur, dan proses sosial yang ada. Jika sudah mengetahui berbagai hal tersebut, harapannya dapat diketahui langkah apa yang harus dilakukan untuk merespon isu perkawinan anak.
"Pelaksanaan FGD ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang fenomena perkawinan anak, tantangannya, serta bagaimana penanggulangan fenomena ini melalui perspektif-perspektif yang berbeda dari tiap pemangku kepentingan dan memetakan strategi intervensi yang bisa diambil oleh stakeholder masing-masing," kata Puguh.
Kegiatan FGD tersebut dihadiri oleh Kepala Balitbang Hukum dan HAM (Sri Puguh Budi Utami) beserta jajaran, Kepala Kantor Wilayah (T. Daniel L. Tobing), Kepala Divisi Administrasi (Itun Wardatul Hamro), Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM (Eva Gantini) beserta jajaran, dan perwakilan dari berbagai Instansi seperti Pengadilan Agama, Kementerian Agama, BAPPEDA, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Dinas Pendidikan, Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak, serta Ketua dari Aktivis Perlindungan Anak di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Editor : Haryanto