Kekerasan pada Anak Saat PTM Masih Terjadi, Mulai dari Dibenturkan ke Tembok Sampai Disulut Rokok

Bachtiar Rojab
KPAI mencatat sejumlah aksi kekerasan pada anak Masih terjadi selama Pembelajaran Tatap Muka di sekolah. (Foto ilustrasi : Dok iNews.id)

JAKARTA, lintasbabel.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan kasus kekerasan pada anak masih terjadi di sejumlah daerah saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) digelar.

Sepanjang 2022, KPAI mencatat telah terjadi sejumlah kasus kekerasan berupa perundungan dan kekerasan fisik, baik yang dilakukan oleh pendidik maupun sesama peserta didik.

Pada Januari 2022 misalnya, terdapat seorang guru olahraga di salah satu SMPN di Kota Surabaya melakukan kekerasan terhadap salah satu siswanya di depan kelas saat pembelajaran. Hal itu diabadikan langsung oleh salah seorang siswa oleh ponsel genggamnya. Orang tua menyebut terdapat perubahan perilaku dari anak tersebut.

"Masih di Januari, seorang guru SD di Buton, Sulawesi Tenggara, dilaporkan ke polisi karena diduga menghukum belasan siswanya dengan menyuruh mereka makan sampah plastik. Sejumlah orang tua murid salah satu SDN di Buton mendatangi kantor Polres Buton untuk melaporkan guru berinisial MS," ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti, Selasa (14/6/2022). 

Kejadian itu bermula saat suasana kelas ribut tak karuan, kemudian MS menghukum 16 siswa dengan memakan sampah plastik. Sejumlah siswa yang dihukum mengalami trauma dan enggan masuk ke sekolah karena takut. 

"Pada Februari 2022, beredar video seorang siswa SMPN di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur viral di media sosial. Siswa yang diketahui bernama IF (15) ini, dihukum benturkan kepala ke tembok kelas oleh gurunya. Imanuel Frama merupakan siswa kelas IX, SMPN Satu Atap Nunkurus," tuturnya. 

IF diketahui membenturkan kepala 100 kali ke tembok atas perintah guru mata pelajaran pendidikan jasmani berinisial KL. Ditambah IF juga disuruh membersihkan WC dan saling cubit telinga dengan teman lain yang juga dihukum. Alhasil kejadian tersebut akhirnya diproses hukum.

Sementara itu, Polres Pasuruan memeriksa 13 orang saksi terkait kasus dugaan penganiayaan dua pelajar salah satu SMP swasta berasrama pada Maret 2022.

Anak korban diduga kuat mengalami penganiayaan oleh seniornya hingga mengalami luka cukup parah di punggungnya. Terdapat luka memar bekas pukulan dan sulutan rokok oleh seniornya yakni, DLH dan FG di asrama sekolah. 

"Mei 2022, MS (10), seorang siswi SDN di Samarinda, Kalimantan Timur diduga diusir oleh gurunya dari ruang kelas saat ujian sedang berlangsung, Dia diusir karena tidak ikut kegiatan belajar mengajar, saat online karena tidak memiliki telepon genggam dan seragam sekolah. MS merupakan piatu, ibunya sudah meninggal dunia, sementara ayahnya di penjara, Ms tinggal dengan tantenya," ujarnya.

KPAI membeberkan masih banyak kasus mengenai tunggakan uang yang menyebabkan murid tak bisa mengikuti ujian. Seperti di SMP swasta di Bantul, serta di salah satu SDN di Mojopanggung, Kabupaten Banyuwangi (Jawa Timur), dan juga di Kabupaten Bekasi. 

KPAI meminta seluruh tenaga pendidikan berlaku bijak terhadap anak-anak dari keluarga miskin, anak-anak difabel, korban kekerasan, dan lainnya sehingga kasus larangan mengikuti ujian kenaikan kelas maupun ujian sekolah tidak akan terulang kembali. 

Kemudian, KPAI mendorong Kemendikbudristek dan dinas-dinas pendidikan kabupaten/kota/provinsi untuk bersama-sama melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah terkait Permendikbud No 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah. 

Serta, KPAI mendorong ada sosialisasi dan edukasi bagi para pendidik untuk memahami psikologi perkembangan anak, UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Kovensi Hak Anak (KHA).

 

Editor : Muri Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network