PPATK Fokus Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bidang Kehutanan dan Lingkungan

Nur Khabibi
Plang papan proyek penanaman mangrove di Beltim. (Foto: lintasbabel.id/ Suharli)

JAKARTA, lintasbabel.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kini tengah fokus dalam pemberantasan green financial crimes yang telah merugikan seluruh negara, termasuk juga Indonesia. 

Tindak Pidana Pencucian Uang di bidang kehutanan dan lingkungan tersebut, kini menjadi perhatian global lantaran dianggap dapat merusak tatanan dunia serta mengancam keberlangsungan lingkungan masyarakat luas.

"(Fokus terhadap green financial crimes) Ini juga sejalan dengan perhatian Bapak Presiden (Joko Widodo). Peran PPATK adalah berupaya memastikan bahwa integritas sistem keuangan Indonesia tidak dikotori oleh aliran uang hasil tindak pidana yang berasal dari lingkungan hidup," ujar Ketua PPATK, Yustiavanda, saat memberikan sambutan Silatnas 2 Dekade Gerakan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT), Selasa (29/3/2022).

Pada kesempatan ini, menurut Yustiavanda, PPATK juga mencanangkan pencegahan dan pemberantasan TPPU yang berhubungan dengan Green Financial Crimes sebagai upaya PPATK mendukung program pemerintah untuk membangun perekonomian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) menyebut bahwa kejahatan lingkungan mencakup berbagai kegiatan mulai dari eksploitasi sumber daya alam, perdagangan sumber mineral, kehutanan hingga perdagangan limbah secara ilegal. 

Berdasarkan hasil riset FATF yang dirilis Juli 2021, dari data INTERPOL dan Norwegian Center for Global Analysis (RHIPTO), nilai kejahatan lingkungan mencapai US$ 110 miliar – US$ 281 miliar atau Rp 1.540 triliun setiap tahun keuntungan yang diperoleh para pelaku kejatahan lingkungan.

Ivan menambahkan, Silatnas 2 Dekade Gerakan APU PPT merupakan peringatan milestone di Indonesia, yang telah menjadi bagian dari gerakan global pencegahan dan pemberantasan pencucian uang untuk memelihara integritas sistem keuangan internasional.

“Perjalanan Gerakan APU PPT telah ditandai dengan dibentuknya Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU pada tanggal 5 Januari 2004. Ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menangani TPPU dan TPPT, serta menyiratkan bahwa TPPU dan TPPT memerlukan sinergi seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya.

Lebih lanjut Ivan menjelaskan, milestone lainnya berupa penambahan pemangku kepentingan Gerakan APU PPT. Awalnya, kewajiban Penyedia Jasa Keuangan hanya pelaporan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT). 

Kini berkembang menjadi Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang atau Jasa Lainnya, dan Profesi, termasuk di dalamnya perusahaan fintech. Kewajiban pelaporan juga bertambah menjadi LTKM, LTKT, Laporan Transaksi Keuangan luar Negeri (LTKL), cross border cash carrying (CBCC), Laporan Transaksi dari Penyedia Barang dan Jasa, hingga Sistem Informasi Pengguna Jasa Terpadu. 

 

Editor : Muri Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network