JAKARTA, lintasbabel.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi perbincangan beberapa hari belakangan, usai dirinya meluapkan kemarahan besarnya saat mengetahui bahwa belanja barang dan jasa pemerintah, masih dibanjiri dengan pembelian barang impor.
Presiden sangat menyayangkan bahwa ternyata penggunaan barang buatan dalam negeri, terutama di lingkungan kementerian/lembaga, pemerintah daerah hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih cukup terbatas. Padahal bila transaksi domestik tersebut digenjot, Presiden yakin dampaknya bakal besar bagi perekonomian nasional.
Menyikapi kemarahan Presiden tersebut, Institute For Development of Economics and Finance (Indef) mengungkap bahwa kebiasaan impor di masyarakat Indonesia, termasuk juga di lingkaran penyelenggara negara, sudah terjadi sejak lama, mulai dari alat kesehatan hingga produk tekstil.
"Ada beberapa alasan kenapa kita lebih senang barang impor. Pertama, produk kita terkadang lebih mahal dibandingkan produk impor. Kalau impor, logistiknya lebih murah. Aksesibilitas mendapatkan produknya juga lebih bagus," ujar Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto, dalam Market Review IDX Channel, Selasa (29/3/2022).
Pada sektor kesehatan, misalnya, Indonesia disebut Eko telah mengimpor lebih dari 90 persen bahkan sebelum pandemi. Sehingga ketika pandemi terjadi, terlihat jelas bagaimana tertatihnya kinerja sektor kesehatan nasional lantaran selama ini sangat bergantung pada pasokan barang dari luar negeri.
"Ini makanya harus ada kebijakan yang bisa mengubah secara struktural. Misalnya dengan mengembangkan riset, sehingga Indonesia bisa memproduksi obat dan alat kesehatan," ujarnya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait