Ketika wacana menjadikan Babel sebagai tempat penampungan pengungsi Palestina muncul, kita mesti tersentak. Pertanyaannya bukan soal menolak saudara seiman atau sesama manusia, tapi apakah daerah ini memang siap?
Infrastruktur Bebel belum merata, akses logistik di pulau-pulau terpencil masih terbatas, dan fasilitas kesehatan serta pendidikan pun belum memadai untuk kebutuhan lokal, apalagi jika harus menanggung ribuan jiwa tambahan.
Kita juga mesti khawatir akan potensi gesekan sosial. Bukan karena kita tidak toleran, justru karena kita sadar bahwa integrasi budaya dan sosial butuh waktu, pemahaman, dan kesiapan yang matang. Jika kedatangan pengungsi tidak dibarengi dengan kebijakan jelas, sistem pendukung yang kuat, dan partisipasi masyarakat lokal, maka yang awalnya niat baik bisa berubah menjadi persoalan baru.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait