Menolak Lupa: September Hitam! Sebuah Refleksi Kritis Konflik Agraria dalam Perspektif HAM

Jurnalis Warga
Raden Bagus Barkah, Staf Kastrad DEMA SAS BABEL. Foto: Istimewa.

Selain itu, meskipun Keputusan Ketua Mahkamah Agung Tahun 2013 menekankan pentingnya hakim yang bersikap progresif, substansif, dan humanis dalam perkara lingkungan hidup, para pembela lingkungan sering menghadapi kekerasan fisik dan kriminalisasi baik secara pidana maupun perdata.

 

KASUS

1. Kasus tanah adat di Papua 

Mencerminkan benturan antara kepentingan korporasi besar, kebijakan negara, dan hak-hak masyarakat adat yang terabaikan. Tanah adat di Papua memiliki nilai sakral dan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat adat, yang mencakup aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, tanah-tanah ini sering kali dijadikan objek penguasaan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk eksploitasi sumber daya alam, seperti tambang dan perkebunan kelapa sawit, tanpa melibatkan atau memperoleh persetujuan dari masyarakat adat.

2. Konflik Pulau Rempang

Proyek pembangunan Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, telah memicu protes dari masyarakat yang merasa hak atas tanah mereka terancam. Kasus ini mencerminkan kecenderungan pemerintah yang lebih mendukung kepentingan pemilik modal, menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan sertifikat tanah, dan menambah daftar panjang konflik agraria di Indonesia.

Editor : Muri Setiawan

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4 5

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network