MOSKOW, lintasbabel.id - Konflik Rusia - Ukraina, memasuki babak baru. Presiden Rusia, Vladimir Putin pada Minggu (27/2/2022) kemarin memerintahkan pasukan nuklir untuk siaga tinggi. Konvoi besar-besaran militer darat Rusia, juga semakin mendekati Kiev, ibu kota Ukraina.
Dilansir dari Associated Press (AP), perintah Putin turun sebagai tanggapan atas pernyataan agresif NATO dan sanksi ekonomi, keuangan yang dijatuhkan kepada Rusia.
Perintah Putin ini kemudian meningkatkan kekhawatiran, bahwa invasi ke Ukraina dapat menyebabkan perang nuklir, baik karena sudah direncanakan atau kesalahan.
"Putin berpotensi memainkan kekuatan yang, jika ada salah perhitungan, dapat membuat segalanya jauh lebih berbahaya,” kata seorang pejabat senior pertahanan AS yang enggan disebut namanya.
Dalam sebuah artikel untuk Buletin Ilmuwan Atom pada Jumat (25/2/2022), pakar Hans Kristensen dan Matt Korda menulis, Rusia menyimpan hampir 1.600 hulu ledak.
“Karena pasukan strategis Rusia selalu waspada, pertanyaan sebenarnya adalah apakah Putin telah mengerahkan lebih banyak kapal selam atau mempersenjatai para pembom,” tulis Kristensen di Twitter, Minggu.
PBB menyebut gagasan penggunaan senjata nuklir tak terbayangkan. Sementara pemerintah Ukraina melihat langkah Rusia sebagai upaya intimidasi ketika delegasi dari kedua negara bersiap bertemu untuk negosiasi.
Pakar proliferasi nuklir di Pusat Kebijakan Keamanan Jenewa, Marc Finaud mengatakan, sama seperti di NATO, sebagian dari senjata nuklir Rusia berada dalam kesiapan konstan. Nuklir-nuklir itu dapat diluncurkan dalam waktu 10 menit.
“Hulu ledaknya sudah terpasang di rudal, atau bomnya sudah ada di atas pesawat pengebom dan kapal selam," katanya.
Selain menyiagakan pasukan nuklir, di hari yang sama, citra satelit yang diambil menunjukkan gambar konvoi pasukan darat Rusia dalam jumlah besar bergerak menuju ibu kota Ukraina, Kiev. Mereka berada di jarak 64 Km dari Kiev.
Gambar yang dirilis oleh Maxar Technologies Inc MAXR.N menunjukkan, konvoi terdiri atas ratusan kendaraan militer dan memanjang lebih dari 3,25 mil atau 5 km.
Reaksi China
China meminta semua pihak tenang, pasca Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pasukan nuklirnya untuk siaga sangat tinggi.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin, dalam konferensi pers rutin di Beijing, Senin (28/2/2022), mengatakan semua pihak harus tetap tenang guna menghindari eskalasi lebih lanjut.
Wang kembali menegaskan posisi negaranya soal perang Rusia dan Ukraina bahwa semua isu keamanan suatu negara harus ditanggapi secara serius.
Seperti diketahui Presiden Vladimir Putin pada Minggu kemarin memerintahkan pasukan nuklir Rusia dalam siaga sangat tinggi sebagai respons dari serentetan sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap negaranya.
Dalam pidatonya di televisi, Putin mengutip pernyataan para pemimpin NATO serta sanksi ekonomi terhadap negaranya.
"Bukan hanya negara-negara Barat yang melakukan tindakan tidak bersahabat terhadap negara kita dalam hal ekonomi, maksud saya sanksi ilegal yang diketahui semua orang, tapi juga para pejabat tinggi negara-negara NATO yang membuat pernyataan agresif tentang negara kita," katanya.
Dia kembali membela keputusannya menyerang Ukraina dengan alasan kelompok 'neo-Nazi' telah menguasai Ukraina dan mengancam keamanan Rusia. Tuduhan itu dianggap Ukraina dan Barat sebagai propaganda dan tak berdasar.
Saat pertama mengumumkan operasi militer khusus ke Ukraina pekan lalu, Putin juga mengancam pihak-pihak asing yang mencoba menghalanginya. Dia mengancam, pihak asing yang terlibat akan mendapatkan konsekuensi yang belum pernah ditemui dalam sejarah. Berbagai pihak yakin ancaman itu merujuk pada senjata nuklir.
Sementara itu Amerika Serikat mengomentari pernyataan Putin yang memerintahkan pasukan nuklir dalam siaga sangat tinggi sebagai retorika berbahaya. Tak sampai 4 hari sejak serangan dimulai, Barat membalas keputusan Rusia itu dari sisi politik, strategi, ekonomi, dan bisnis dalam jangkauan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josef Borrell mengatakan, serangan Rusia ke Ukraina menimbulkan dampak sangat besar, bukan saja di Eropa.
"Dengan perang Ukraina ini, dunia tidak akan pernah sama lagi," kata Borrell, dalam opini yang ditebitkan surat kabar Inggris, The Guardian.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait