BANGKA, Lintasbabel.iNews.id - Tim Polisi Hutan (Polhut) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Bubus Panca kembali mendatangi Parit 40 Matras Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), pada Senin (13/11/2023) siang. Puluhan penambang yang sedang asyik bekerja langsung kocar kacir meninggalkan lokasi, saat melihat kedatangan petugas.
Tim Polisi Hutan (Polhut) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Bubus Panca merazia tambang timah ilegal di Parit 40 Matras Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Foto: Lintasbabel.iNews.id/ Muhamad Maulana.
Dari pengakuan para penambang, sebelum bekerja di lokasi tersebut mereka sudah menyetorkan sejumlah uang agar bisa menambang kepada oknum anggota TNI berinisal S sebesar Rp300 ribu per penambang, dengan kesepakatan 20 persen pasir timah yang dihasilkan diambil 20 persen setiap sorenya.
"Kalau ga ada yang koordinir mana bisa kami masuk di sini. Awal mau masuk bayar Rp150 ribu. Setelah set alat ditarik lagi Rp150 ribu," ujar salah satu penambang yang tak ingin disebutkan namanya.
Di lokasi tersebut, kata para penambang hasil pasir timah yang didapat sangat menjanjikan. Dalam satu hari saja, penambang bisa mendapatkan timah sebanyak 20-30 kilogram, minimal mendapat 2-3 kilogram.
"Kalo sore hari pas mau nyuci. Nanti ada pengurusnya datang ambil potongan hasil timah. Misalnya 20 kilogram mereka ambil 4 kilogram," katanya.
Tak hanya itu, para penambang juga mengaku, setiap sore hari lokasi yang mereka kerjakan kerap didatangi oknum wartawan untuk menerima jatah.
"Karena kami sudah bayar setoran dan potongan hasil timah. Jadi kami tidak tau lagi uang itu dibagi bagikan ke siapa siapa. Ada wartawan juga kalo sore ke sini. Banyak, ga tau nama-namanya," tuturnya.
Para penambang mengaku tidak ada jaminan perlindungan untuk para penambang yang bekerja di lokasi kawasan tersebut, termasuk jika ada penertiban atau peralatan tamabang mereka hilang.
"Tidak ada jaminan. Jadi kami juga lelah kalau ada kabar penertiban kami harus bongkar mesin, angkat. Masuk lagi. Begitu la seterusnya," tuturnya.
Para penambang di sekitar lokasi sebenarnya mengetahui lokasi yang mereka kerjakan masuk kawasan Progam Penanaman pohon Kayu Putih KLHK RI. Namun, dengan alasan kebutuhan hidup mereka terpaksa harus bekerja secara ilegal.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Bubus Panca sendiri, akan memberlakukan tindakan represif kepada para penambang ilegal di Parit 40 Matras, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Babel tersebut.
Hal ini ditegaskan Kepala Seksi Perlindungan Hutan KSDAERHL KPHP Bubus Panca, Rahadian kepada wartawan, Senin (13/11/2023) usai melakukan pengecekan lokasi penanaman area KHM Karya Makmur Parit 40 Matras yang masih digarap para penambang timah ilegal.
"Penambangannya harus kita hentikan karena di wilayah yang keliru. Ini kan masuk kawasan hutan produksi," ujar Rahadian.
Menurut Rahadian, ada 3 metode yang dilakukan Pihak KPHP dalam menertibkan aktifitas ilegal di kawasan hutan produksi. Di awal melakukan sosialisasi, peringatan hingga tindakan represif apabila para pelaku penambangan ilegal ini masih membandel.
"Semua di sini masuk kawasan hutan produksi. Insya Allah ada tindakan dari KPH. Kalau sudah ada penanaman kita punya kewajiban untuk mengamankan tanaman," ujarnya.
Tim Polhut dan Pamhut KPHP Bubus Panca memang sudah beberapa kali melakukan tindakan preventif di Parit 40 Matras, Namun, usaha tersebut belum membuahkan hasil. Bahkan jumlah para penambang terus bertambah menggarap lahan kawasan hutan produksi di Parit 40 Matras.
"Beberapa nama sudah kita peringatkan dan kita cantumkan. Jadi kita akan melakukan tindakan selanjutnya," ujarnya.
Rencananya sebanyak 4.000 batang pohon jenis Kayu Putih akan ditanam di lokasi tersebut hingga akhir tahun 2023. Sehingga pihak KPHP akan mengosongkan aktifitas tambang ilegal.
Menurut Rahadian, apabila aktifitas penambangan masih terjadi maka akan berpengaruh terhadap keberlangsungan progam UPSA KLHK RI.
"Harus clear dari aktifitas ilegal, terutama penambangan. Efek penambangan inikan membongkar, merusak, merubah bentang alam. Kita berusaha menutup bentang alam dengan memperbaiki dan menjaga kelestarian lingkungan," tuturnya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait