Ketua Dewan Pendidikan Babel, Prof. Bustami Rahman diawal paparannya mengatakan bahwa dalam UUD 1945 jelas disebutkan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, agar tercapai rasa keadilan.
Sementara, di Peraturan Menteri nomor 12 tahun 2012 yang mengganti zonasi berkeadilan sosial, dimana orang pintar dan bodoh bisa masuk sekolah yang diinginkan.
"Zonasi, mana jarak yang dekat sekolah membuat anak itu masuk. Sekolah itu favorit dalam pikiran orang-orang, itu harus masuk dalam sekolah terbaik, sedangkan zonasi itu menghilangkan sekolah favorit yang dimaukan pak menteri. Undang-undang ini baru berjalan 2018, sekarang 2023 sudah 5 tahun dengan peraturan ini.
Sistem pendidikan yang dibuat tidak melihat kondisi di masyarakat," katanya.
Sementara itu, Ketua PGRI Provinsi Babel, Dra. SR Kunlistiani mengutarakan bahwa sepanjang 37 tahun dirinya berkecimpung di dunia pendidikan, banyak persoalan yang muncul demi tujuan pendidikan berdasarkan keadilan sosial.
"Kami sudah Menyusun regulasi ini dari tahun 2002, selama 12 tahun, supaya berdasarkan keadilan sosial. Saya setuju terhadap Prof dengan adanya pra-kondisi, ini penting. Sekolah dulu disetarakan sarprasnya, fasilitasnya, gurunya. Saat saya menjadi kepala sekolah SMA 2, saya melakukan MoU dengan THB, boleh menggunakan lab SMADA sebelum adanya SMA 1 terlebih dahulu SMA Sriwijaya," ujarnya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait