Lingkungan di Babel Rusak Akibat Tambang Ilegal, Elli Kritik Pengawasan Pemerintah dan Penegak Hukum
PANGKALPINANG, lintasbabel.id — Lonjakan kenaikan harga bijih timah dunia sekitar satu tahun belakangan ini, acap kali diakui turut menghidupkan kembali ekonomi masyarakat Bangka Belitung (Babel) yang sempat melesu akibat pandemi Covid-19.
Denyut perekonomian yang tadinya lesu tak bergairah, kini kembali bergeliat, kala harga bijih timah dunia merangkak tajam, bahkan sampai mencatat rekor harga tertinggi sepanjang sejarahnya.
Kondisi itu tak pelak ibarat durian runtuh bagi sebagian masyarakat Babel, yang berprofesi sebagai penambang, khususnya penambang rakyat skala kecil.
Namun, euforia tersebut di sisi lain mesti diakui berimbas terhadap pengabaian tata kelola lingkungan hidup yang ada di Babel.
Berdalih mencari sesuap nasi, tak jarang para penambang justru tampak secara sengaja melanggar berbagai aturan hukum, seperti menambang tanpa mengantongi legalitas maupun menambang di wilayah terlarang, hutan lindung misalnya.
Belum optimalnya aparatur pemerintah dan penegak hukum mengawasi serta menegakan aturan terhadap penambang-penambang liar ini disoroti pula oleh tokoh perempuan Babel, Elli Gustina Rebuin.
Dalam kesempatan wawancara di Pangkalpinang, Senin (20/12/2021) malam, Elli berkata, kenaikan harga bijih timah saat inilah yang memicu pengabaian terhadap penegakan hukum lingkungan hidup.
"Karena orang tidak memandang lagi tempat mereka menambang, apakah itu di tengah kuburan, di tengah sungai atau di pinggir jalan, di hutan. Apalagi di hutan lindung," ucap Elli yang kini menjabat Staf Khusus Gubernur Provinsi Kepulauan Babel itu.
Akibatnya, saat ini menurut dia telah terjadi perampasan hak atas lingkungan hidup yang semestinya dijaga sebagai aset potensial untuk generasi mendatang.
"Begitu harga timah seksi maka lingkungan kita akan hancur. Karena banyaknya carut-marut oleh oknum-oknum maupun masyarakat yang berdansa akibat seksinya timah ini. Jangan kita mengatakan mereka tidak memiliki jiwa untuk menjaga lingkungan, tapi sebenarnya mereka punya naluri atau niat sama dengan kita untuk menjaga lingkungan," tegasnya.
Selain itu, ia juga mempertanyakan kemana saja bijih timah yang diproduksi secara ilegal tersebut dijual, sehingga di lain sisi turut pula merugikan negara, lantaran tidak adanya kontribusi berupa pajak dan royalti.
"Saya ini staf khusus, tapi pekerjaan saya ini tidak mengeksekusi semua permasalahan yang ada di lapangan, baik lingkungan hidup maupun pertambangan dan kehutanan, saya akan lapor ke gubernur untuk mengeksekusi atau melakukan gerakan lebih lagi tentang apa yang sedang dilakukan," tandas Elli.
Ia pun berharap adanya kemauan serius dari aparatur pemerintah daerah dan masyarakat, agar dapat saling bersinergi memperbaiki kondisi lingkungan hidup di Babel yang semakin terabaikan sekarang ini.
"Dengan adanya sosialisasi gerakan menjaga lingkungan diharap dapat memahami dampak 'multiplier effect' (dampak berantai-pen) yang akan didapatkan. Jadi yang kita perlukan ialah bersinergi, berintegritas, dan berkomitmen memperbaiki kerusakan lingkungan yang ada," papar perempuan yang dikenal aktif sebagai aktivis lingkungan hidup itu.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait