Perpanjangan Jabatan Kepala Desa: Konstruktif Developmentalis vs Dinasti Raja-Raja Kecil

Jurnalis Warga/ Muri Setiawan
Pelantikan Kepala Desa hasil Pilkades 2022 wilayah Kabupaten Bangka Barat. Foto: Lintasbabel.iNews.id/ Rizki Ramadhani.

PEMERINTAH desa merupakan unit pemerintah paling terkecil dalam susunan ketatanegaraan, tetapi memiliki peran strategis dalam kemajuan negara. Pembangunan negara ditentukan oleh pemerintah desa sebagai aktor utama dalam wacana pembangunan. desa merupakan target yang sulit dijangkau oleh pemerintahan pusat secara langsung. oleh karenanya, membutuhkan aktor yang kompatibel dan memahami persoalan desa secara langsung sebagai perwakilan negara dan masyarakat.

Belakangan ini terjadi polemik perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun, isu ini sangat urgen untuk disoroti. Perpanjangan masa jabatan kepala desa berdampak besar bagi keberlangsungan demokrasi di tingkat desa.

Demokrasi desa memiliki peran sentral dalam pembangunan demokrasi negara. Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa ke 9 tahun dan apabila 2 periode dapat berlangsung selama 18 tahun menjadi perdebatan mengenai keuntungan, fokus dan isu politik praktis. 

Kepala-kepala desa yang menyuarakan perpanjangan mengklaim bahwa waktu 6 tahun tidak cukup untuk membangun desa, dan meminta untuk menunda pilkades 2024 ditunda agar tidak mengganggu jalannya pemilu 2024.

Aspirasi ini mendapat sinyal kuat akan disetujui oleh Pemerintah RI dan Partai Politik. Padahal UU No. 06 Tahun 2014  Pasal 39 ayat (1) menyebutkan "Kepala desa memegang jabatan selama 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala desa dapat menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut".

Seharusnya waktu 6 tahun ini lebih dari cukup untuk, jikapun dirasa memiliki progres dalam pembangunan desa maka akan dipilih kembali oleh masyarakat dalam Pilkades berikutnya. 

Dibedah secara komprehensif, apabila perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun disetujui, maka akan terdapat beberapa keuntungan dan kerugian yang dialami masyarakat maupun negara. Negara dan Masyarakat merupakan dua elemen yang akan merasakan dampak secara langsung dari isu ini. 

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa ini adalah, pertama, Kepala Desa dapat lebih fokus menjalankan program-program yang sudah dirancang, sekaligus menjadi aktor langsung dalam proses percepatan pembangunan di tingkat desa.

Kedua, Kepala Desa mempunyai waktu lebih lama untuk mengatasi polarisasi yang terjadi di masyarakat akibat pemilihan kepala desa. Ketiga, Negara dapat mengandalkan unit pemerintahan desa untuk mempercepat proses pembangunan negara, mengingat sebagian besar kemajuan negara, bergantung kepada desa. 

Akan tetapi, terdapat beberapa kerugian apabila masa jabatan kepala desa diperpanjang adalah, pertama, akan terdapat raja-raja kecil (dinasti) dan rentan pada terjadinya kepemimpinan transaksional, akibat masa jabatan yang cukup lama. Hal ini secara jelas sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi di tingkat desa.

Kedua, Perpanjangan ini justru akan memperkeruh polarisasi di masyarakat sebagai akibat dari pilkades, polarisasi yang berlarut dikhawatirkan akan menjadi konflik skala besar di desa-desa.

Ketiga, rawan kepentingan politik praktis, perpanjangan masa jabatan diaspirasikan agar tidak mengganggu pemilu 2024. Hal ini justru rawan para kepala desa disusupi kepentingan politik praktis untuk mendukung calon atau partai tertentu di pemilu yang akan datang. Hal ini diperkuat dengan adanya suara-suara saat aksi di Senayan, yang mengatakan akan menghabiskan parpol yang tidak mendukung wacana ini.

Keempat, kepala desa memiliki peran strategis dalam pemilu, sehingga isu perpanjangan disinyalir bukan ditujukan sebagai upaya membantu kemajuan negara, tetapi dorongan agar partai politik tertentu dapat mempunyai jaringan-jaringan pragmatis di tingkat desa. 

Analisis keuntungan dan kerugian tersebut agaknya dapat dipertimbangkan secara matang. Perpanjangan masa jabatan kepala desa harus ditinjau secara komprehensif. Jika memang memiliki tujuan yang konstruktif, wacana perpanjangan ini sebaiknya dibahas setelah pemilu 2024 berlangsung, hal ini agar kepala desa terhindar dari kepentingan politik praktis dan justru mengabaikan kepentingan masyarakat.

Pemerintah RI, baik eksekutif maupun legislatif, selaku aktor pengambilan keputusan harus bertindak secara netral dan menghindari pilihan populis yang membuat kepala desa bergantung kepada partai politik. 

Pembangunan di tingkat desa harus dijalankan secara idealis, visioner, terukur dan terarah. Desa memiliki peran yang sangat sentral bagi pembangunan negara, apabila sudah disusupi kepentingan pragmatis, maka akan berpengaruh besar bagi kemajuan masyarakat.

Para kepala desa juga harua menyikapi persoalan secara matang, jangan sampai kepentingan pribadi yang cenderung korup dan justru mengabaikan nilai-nilai demokrasi di masyarakat. Kepala desa harus berlaku adil dalam setiap pengambilan keputusan dan menyusun struktur organisasi di pemerintahan desa. 

Serta penting untuk ditelusuri aktor yang memobilisasi dan dana yang di gunakan para kepala desa untuk untuk menggelar aksi masa beberapa waktu lalu, karena tentu bukan perkara muda untuk menghadirkan ribuan kepala desa ke Senayan di tengah-tengah padatnya kesibukan pembangunan di tingkat desa.

 

Artikel ini ditulis oleh Gilang Virginawan, Ketua HMI Cabang Babel Raya.


Gilang Virginawan, Ketua Umum HMI Cabang Bangka Belitung Raya. Foto: Dokumen Pribadi.

 

Editor : Muri Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network