PANGKALPINANG, lintasbabel.id - Kanwil Kemenkumham Babekl melalui Kasubbid Penyuluhan Hukum, Bantuan Hukum dan JDIH, M. Ariyanto, SH didampingi oleh Fungsional Penyuluh Hukum, Sudihastuti menerima kehadiran masyarakat yang melakukan konsultasi hukum tentang jual beli rumah, Kamis (27/1/2022).
Dalam paparannya, pemohon/klien konsultasi mengatakan telah menjual sebidang tanah beserta rumah yang berdiri diatasnya, dengan perjanjian pembayaran sebanyak 3 kali. Dalam proses jual beli ini, klien menghadapi permasalahan, dimana setelah membayar sebagian dari nilai transaksi, pembeli membatalkan transaksi jual beli secara sepihak karena arahan/tekanan dari mediatornya, serta meminta dikembalikan seluruh pembayaran.
Sebagai penjual dirinya merasa keberatan, mengembalikan seluruh pembayaran, karena telah mengeluarkan biaya operasional pengosongan rumah tersebut.
Ariyanto menyampaikan, bahwa mengingat proses jual beli tersebut dengan perjanjian pembayaran bertahap, maka perjanjian jual beli ini belum sah.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pokok Agraria (UUPA), jual beli adalah proses yang dapat menjadi bukti adanya peralihan hak dari penjual kepada pembeli.
"Prinsip dasarnya adalah terang dan tunai, yaitu transaksi dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang dan dibayarkan secara tunai. Ini artinya jika harga yang dibayarkan tidak lunas maka proses jual beli belum dapat dilakukan," kata Ariyanto.
Dikatakannya, jika memang jual beli ini tidak dilanjutkan, ada baiknya dilakukan mediasi antara penjual dan pembeli, mengenai biaya yang telah dikeluarkan penjual untuk mengosongkan rumah tersebut.
"Mediasi tersebut dapat didampingi penengah dari pihak pemerintah setempat," ujar Sudihastuti menambahkan.
Selanjutnya, disarankan dalam proses jual beli agar dibuatkan perjanjian antar pihak yang memuat hak dan kewajiban, sehinga jika terjadi pembatalan tidak terjadi perselisihan.
Editor : Muri Setiawan