JAKARTA, lintasbabel.id - Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Kemenhub RI, Subagyo mengungkapkan, terkait pemanfaatan material hasil pengerukan, dirinya mengatakan belum ada regulasi khusus untuk ini, tetapi pihaknya sedang menyusun juknis.
Satu contoh di Makasar, hal tersebut dilakukan pihak pemda atau swasta sebagai pengguna jasa pelabuhan laut dan pihak yang ikut mempengaruhi pendangkalan alur dalam pelaksanaan pengerukan dan pemanfaatan materialnya.
"Kami sarankan untuk pihak pemda atau swasta bekerjasama dengan Pelindo yang memiliki DLKR dan DLKP. Jika dapat dikerjasamakan mungkin ada jalan sebelum juknis keluar dan bisa menyesuaikan," ungkapnya saat menerima kunjungan Gubernur Kepuauan Babel, Erzaldi Rosman beserta rombongan, Kamis (10/12/2021).
Pertimbangannya, pelabuhan ini akan digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang cukup besar dengan modal yang besar baik dari pelabuhannya maupun sipilnya. Menurutnya, regulasi ini perlu konsesi pengelolaan alurnya. Termasuk pengerukan alur yang dilimpahkan melalui kerjasama konsesi kepada pihak yang memang memiliki hak dan kewajiban.
"Sehingga alur-alur yang berpotensi ramai, akan dikembangkan dengan konsep ini kedepannya," tambahnya.
Jika melihat UU nomor 17 memang masih mengamanahkan bahwa pengerukan alur yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran menjadi kewajiban pemerintah pusat, tetapi memang mempertimbangkan beberapa hal diatas, sehingga kita terus mengembangkan regulasinya.
Menyusun Regulasi pemanfaatan material hasil pengerukan tidaklah mudah. Hal ini diakui Direktur Subagyo ini karena terkait dengan KKP dan KLHK sehingga pengajiannya memakan waktu cukup panjang. Dan sementara sebelum regulasi tuntas, saran ini dapat dilaksanakan dan menyesuaikan saat regulasinya disahkan nanti.
"Kami berterima kasih bapak gubernur ikut menyampaikan kepada Pelindo, kami juga akan terus berkomunikasi dengan Pelindo sehingga ini akan mendapat kejelasan. Kami juga akan siapkan untuk emergency anggaran APBN 2022," jelasnya.
Sementara Staf Khusus Perhubungan Izuardi menambahkan, bahwa pendangkalan alur banyak terjadi karena sedimen dari pertambangan laut timah. Menurutnya, jika dilakukan pemelihaan alur tidak akan memakan biaya terlalu besar.
Editor : Muri Setiawan