KIEV, Lintasbabel.iNews.id - Perang berkepanjangan sejak invasi militer Rusia 24 Februari 2022 dirasakan sangat menyita energi dan perhatian Presiden Volodimir Zelensky. Mantan komedian sukses ini bahkan menyiratkan telah lelah dan tidak ingin lagi menjadi pemimpin Ukraina, tentu saja setelah Ukraina memenangkan peperangan menjaga kedaulatan seluruh wilayah Ukraina.
Zelensky resmi dilantik menjadi presiden Ukraina pada 20 Mei 2019, setelah 73,2% rakyat membuatnya menang mutlak atas presiden incumbent Petro Poroshenko pada pemilu putaran kedua.
Normalisasi hubungan dengan Rusia yang selama ini sering terjadi konflik bersenjata dengan Ukraina, merupakan salah satu agenda prioritas yang dikampanyekan Zelensky selama pencalonannya. Namun keran dialog yang dibuka lulusan Universitas Ekonomi Nasional Kyiv (LLB) ini bak bertepuk sebelah tangan.
Uluran tangan damai Zelensky dijawab Rusia dengan melancarkan operasi militer khusus merebut beberapa wilayah perbatasan bahkan konvoi pasukan tank Rusia sempat mencoba mengepung ibukota Kiev namun gagal menembus pertahanan spartan militer dan rakyat Ukraina.
Dalam agresi militer skala penuh ini, Rusia tidak sendiri. Sekutu bonekanya Roman Kadyrov bersama ribuan pasukan Chezhnya ikut ambil bagian dalam serangan yang disebut sebagai upaya demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina ini.
Empat wilayah Ukraina, Kherson, Zaporizhia, Luhansk, dan Donetsk dikuasai penuh Rusia setelah pertempuran heroik dikawasan pabrik baja Azovtal, Mariupol yang merupakan benteng Batalion Azov yang legendaris.
Bahkan Rusia sempat menggelar referendum semu dan menjadikannya dasar untuk mencaplok secara ilegal 4 wilayah setingkat provinsi ini.
Diplomasi Zelensky menggalang dukungan Uni Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara sahabat membuahkan dukungan besar berupa pasokan senjata-senjata canggih dan kehadiran legiun asing yang sangat mempengaruhi jalannya pertempuran.
Rusia tidak tinggal diam, saat pasukannya mulai terpukul oleh patriotisme perlawanan semesta Ukraina, presiden Putin memberlakukan wajib militer dengan merekrut 1 juta warga sipilnya untuk ikut berperang, walaupun dalam pernyataan resminya Putin menyebutkan hanya memberlakukan wajib militer parsial dengan merekrut 30 ribu pemuda dengan pengalaman militer saja.
Dukungan persenjataan juga digalang Rusia dengan memborong drone kamikaze dan rudal jelajah dari Iran serta mencoba menarik Belarusia untuk membuka front baru pertempuran diperbatasan dengan Ukraina. Upaya terakhir ini belum membuahkan hasil lantaran tekanan dari negara-negara Baltik dan Eropa sehingga presiden Lukashenko ekstra hati-hati dalam memutuskan langkah agar tidak memicu krisis kawasan yang lebih parah.
10 bulan terlibat perang yang menghabiskan sumberdaya kedua negara diakui presiden Zelensky membuat dirinya tertekan dan merasa lelah. Dikutip dari Pravda.com, dalam sebuah wawancara dengan David Letterman di acara Netflix Show, My Next Guest Need no Introduction, presiden Zelensky menyebutkan bahwa saat ini tidak ada pilihan baginya selain untuk tetap memimpin perlawanan bangsa Ukraina terhadap agresi militer Rusia.
Namun setelah perang ini berakhir dengan kemenangan dan kembalinya seluruh wilayah Ukraina, dirinya hanya ingin memghabiskan waktu untuk bersama orang-orang tercinta menikmati pantai.
“Sampai kemenangan kita diraih, saya pasti akan tetap menjadi Presiden. Dan setelah itu, saya tidak tahu. Saya tidak memikirkan itu sekarang, saya belum siap. Aku sangat ingin pergi ke tepi laut. Sejujurnya, David, saya ingin pergi ke laut. Pergi saja ke laut, ketika kita telah memenangkan perang. Dan saya benar-benar ingin minum bir," jawab Zelensky saat ditanya oleh pembawa acara David Letterman.
Pada kesempatan itu Zelensky juga menjelaskan bahwa dirinya tidak tahu kapan perang ini akan berakhir karena Ukraina bukan pihak yang memulai peperangan. Dirinya berkeyakinan bahwa salah satu hal yang bisa mengakhiri perang dengan cepat adalah pergantian rezim pemerintahan Rusia yang bisa juga dimaknai dengan kematian presiden Vladimir Putin.
Editor : Haryanto