DPR Soroti BUMN Mati Suri Tapi Belum Dibubarkan Pemerintah

Muri Setiawan
Logo Kementerian BUMN.

JAKARTA, lintasbabel.id - Komisi VI DPR menyoroti status perusahaan plat merah alias BUMN, yang tidak beroperasi selama bertahun-tahun alias mati suri, namun belum dibubarkan pemerintah.  

Sorotan ini, mencuat dalam rapat kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, Kamis (23/9/2021).

DPR meminta penjelasan dari Menteri BUMN, mengenai akar persoalan, sehingga pemerintah tidak membubarkan dan melikuidasi BUMN yang 'mati suri' tersebut.  

"Yang hantu (BUMN) ada tujuh yang sering dibicarakan, sudah lama kan enggak bisa dilikuidasi. Mohon Pak Menteri bisa kasih penjelasan masalahnya ada dimana sebetulnya," ujar anggota Komisi VI, Darmadi Durianto, saat rapat kerja, dikutip, Kamis (23/9/2021).  

Dia menilai Kementerian BUMN selaku pemegang saham perusahaan plat merah, terkesan lamban mengambil langkah likuidasi. Padahal, BUMN hantu tersebut tidak lagi memiliki prospek bisnis kedepannya.

"Kalau di perusahaan-perusahaan biasa kan langsung saja kita likuidasi kalau sudah parah, nggak ada prospek. Tapi ini kog terkesan lamban, apa ada masalah dimana yang paling krusial," kata Darmadi. 

Merespon pernyataan tersebut, Erick Thohir mengaku langkah pembubaran BUMN memang membutuhkan waktu lama. Pasalnya, pemegang saham tidak memiliki kapasitas lebih, untuk langsung mengambil langkah likuidasi.  

Erick mencontohkan, untuk menjalankan program restrukturisasi saja, pihaknya memerlukan waktu hingga 9 bulan. Padahal, di lain sisi dinamika bisnis saat didasarkan pada kekuatan digital, menuntut perusahaan secepatnya melakukan penyesuaian bisnis.  

Artinya, waktu 9 bulan cukup lama hanya dengan memfokuskan diri pada satu program saja.  Sementara, dalam pasar terbuka, perusahaan swasta justru masih melakukan invasi bisnisnya.  

"Contohnya saja, pertanyaan dari para anggota dewan, 'kok nutup saja, kok lama sekali?' Merestrukturisasi aja kita butuh waktu 9 bulan. Yang akhirnya di era sekarang digitalisasi seperti ini, yang dimana, dinamika berusaha itu terjadi percepatan yang luar biasa, ketika kemarin perusahaan untung, besok saja bisa rugi langsung, karena digitalisasi ini sangat membuka pasar secara terbuka," kata Erick Thohir. 

Meski begitu, alternatif untuk memperluas wewenang Kementerian BUMN adalah dengan merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003. 

Erick menilai revisi UU Nomor 19 Tahun 2003 tidak semata-mata menambah kekuasaan Kementerian BUMN.  Regulasi tersebut memberikan peran dan ruang lebih luas bagi pemegang saham untuk memaksimalkan pengawalan terhadap kinerja perseroan negara, termasuk melakukan langkah pembubaran BUMN yang 'mati suri' secara cepat.  

Pengawalan lain yang dimaksud berupa restrukturisasi, merger, injeksi Penyertaan Modal Negara (PMN) atau pendanaan, utang, kepemilikan saham, dividen, pajak, hingga poin yang dinilai substansial yang berkaitan dengan kinerja BUMN.  

Erick mencatat, perlu peta atau penjelasan detail perihal poin-poin tersebut. Dan itu hanya dimungkinkan lewat pembaharuan regulasi yang memungkinkan BUMN lebih baik ke depannya.

 

Editor : Muri Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network