JAKARTA, lintasbabel.id - Jelang lebaran Idul Fitri 1443 Hijriah, Ombudsman RI menemukan permasalahan dalam program penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) Ketenagakerjaan kepada 8,8 juta tenaga kerja yang memiliki gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan, letak masalahnya ada pada proses validasi data pekerja penerima manfaat BSU.
“Kami melihat ada masalah pada proses validasi data penerima BSU. Perlu di crosscheck. Kami berharap Kemnaker melakukan verifikasi data calon penerima BSU sehingga dapat menyajikan data yang valid serta meminimalisir gagal bayar,” ujar Robert dikutip Sabtu (23/4/2022).
Karena itu, Ombudsman memberikan sejumlah saran terhadap pelaksanaan program BSU Ketenagakerjaan, di antaranya pekerja status dirumahkan agar dibuatkan skema afirmasi dari program BSU.
"Kemudian, bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang PHK atau dipulangkan, pekerja non formal atau Bukan Penerima Upah (BPU) iuran mandiri agar dapat dimasukkan menjadi penerima BSU," lanjut Robert.
Ia juga mengatakan, target sasaran penerima BSU perlu ditambah dengan memasukkan kategori pekerja informal. Sehingga dapat mengurangi kesenjangan pendapatan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kita tahu tidak semua pekerja masuk kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Masih cukup banyak pekerja yang belum menjadi peserta juga mereka yang pekerja informal. Sehingga kesenjangan pendapatan pekerja masih ada,” ujarnya.
Seperti diketahui, saat ini persyaratan penerima BSU adalah pekerja formal dengan status aktif BPJS Ketenagakerjaan, memiliki upah atau gaji paling besar Rp 3,5 juta per bulan sesuai upah yang dilaporkan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, penerima BSU yakni pekerja/buruh yang belum menerima Kartu Prakerja, Program Keluarga Harapan (PKH) atau Program Bantuan Produktif Usaha Mikro.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait