PENDIDIKAN dianggap sebagai kunci utama menuju kemajuan dan kesetaraan di masyarakat. Namun ironisnya, fakta di lapangan seringkali menunjukkan bahwa akses pendidikan yang merata masih menjadi tantangan besar, terutama pada kalangan masyarakat pinggiran di berbagai daerah.
Di tengah upaya mencapai visi “Pendidikan untuk semua” adanya realitas keterbatasan finansial ekonomi, menjadi rintangan yang sulit diatasi. Seperti di daerah pinggiran di Bangka Belitung kerap menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan. Salah satu hambatan utama dalam mencapai kesetaraan pendidikan adalah realitas keterbatasan ekonomi yang terpinggirkan di daerah terpencil.
Faktor ekonomi memainkan peran krusial dalam akses pendidikan. Masih banyak keluarga di daerah ini mengalami kesulitan ekonomi yang mengakibatkan prioritas akan kebutuhan pokok yang melebihi pendidikan. Sehingga keterbatasan ekonomi ini mempengaruhi akses pendidikan bagi masyarakat pinggiran.
Meskipun terdapat kebijakan pemerintah yang mungkin telah dirancang untuk memastikan akses secara universal, tetapi kendala ekonomi dapat merugikan impian yang di planning tersebut.
Bangka Belitung dengan potensi ekonomi yang belum sepenuhnya tergali, sering kali menghadapi keterbatasan dalam menyediakan infrastruktur pendidikan yang memadai. Terkhususnya di banyak daerah pinggiran, infrastruktur pendidikan masih jauh dari kata memadai. Sekolah yang kurang perawatan dan minim fasilitas dapat menjadi penghalang nyata bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan tentunya berkualitas.
Tidak hanya itu, mungkin kurang dilengkapi dengan guru yang berkualitas, bahkan sarana transportasi yang dapat memudahkan akses siswa ke sekolah. Pada akhirnya hal ini dapat menciptakan lingkungan yang kurang kondusif untuk pembelajaran maupun pengajaran dan menghambat perkembangan potensi masyarakat pinggiran yang ada di Bangka Belitung untuk bersaing secara setara di tingkat nasional maupun internasional.
Tidak dapat dipungkiri biaya pendidikan berpengaruh penting yang beban ekonomi bagi masyarakat di daerah terpencil. Meskipun pendidikan sering dianggap sebagai investasi jangka panjang, biaya pendidikan yang cukup tinggi dapat menjadi beban berat bagi tiap keluarga yang hidup di masyarakat pinggiran dengan segi pendapatan rendah.
Pembelian kebutuhan Pendidikan seperti buku, seragam dan biaya sekolah lainnya menjadi hambatan maupun boomerang tersendiri dengan secara langsung memaksa beberapa keluarga untuk memilih antara memenuhi kebutuhan pokok atau memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak mereka.
Keterbatasan ekonomi juga dapat memperburuk kesenjangan gender dalam akses pendidikan. Anak perempuan sering kali menjadi korban utama, karena yang terbatas secara ekonomi yang cenderung memberikan prioritas pada pendidikan anak laki-laki. Sehingga hal ini dapat menciptakan lingkungan yang tidak adil dan dapat membatasi potensial penuh masyarakat pinggiran dalam hal pengembangan sumber daya manusia.
Di samping itu, faktor sosial dan budaya juga dapat menjadi penghalang yang subtansial, dimana dapat membatasi aspirasi dan kemampuan yang dimiliki perempuan di Bangka Belitung.
Untuk mengatasi permasalahan keterbatasan ekonomi dalam mengakses pendidikan pada masyarakat pinggiran, perlunya upaya serius yang harus dilakukan dari pemerintah memerlukan pendekatan yang terintegrasi.
Dengan adanya peningkatan investasi dalam infrastruktur yang lebih memadai, pemberian bantuan keuangan kepada keluarga yang membutuhkan dan terdapat cara yang dilakukan untuk mengurangi kesenjangan gender merupakan beberapa langkah kritis yang sangat perlu diambil baik dari pemerintah, LSM, dan masyarakat lokal secara bersama-sama dalam merancang solusi dalam permasalahan tersebut.
Adanya program beasiswa dan bantuan finansial lainnya saat ini, sudah menjadi langkah yang baik untuk memberikan dorongan signifikan kepada masyarakat pinggiran yang kurang mampu.
Oleh karena itu, dalam menghadapi realitas keterbatasan ekonomi dan rintangan akses pendidikan pada masyarakat pinggiran di Bangka Belitung ini, memerlukan tindakan bersama yang berfokus pada inklusivitas dan kesetaraan. Pendidikan untuk semua tetap menjadi tujuan yang mulia, akan tetapi tantangan dalam masyarakat pinggiran tidak boleh diabaikan begitu saja.
Dibutuhkan kesadaran bersama dari semua kalangan dengan melibatkan potensi mereka untuk menciptakan perubahan terhadap kemajuan sosial dan ekonomi global. Hanya dengan mengatasi keterbatasan ekonomi, kita dapat membuka peluang pendidikan yang layak bagi semua anak terkhususnya di Bangka Belitung tanpa memandang background mereka. **)
Artikel ini ditulis oleh Siti Mulia, mahasiswi Ilmu Sosiologi semester 5 Universitas Bangka Belitung (UBB).
Siti Mulia, mahasiswi Ilmu Sosiologi semester 5 Universitas Bangka Belitung (UBB). Foto: Dokumen Pribadi.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait