PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Kantor Wilayah (Kanwil) Dirjen Perbendaharaan (DJPb) Babel melaporkan, sebanyak Rp2,07 triliun anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) di 7 kabupaten/kota dan satu provinsi di Bangka Belitung (Babel) pada tahun 2022, menumpuk di lembaga perbankan dan tak terpakai sama sekali. Dana tersebut akhirnya menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2023.
Kepala Kanwil DJPb Babel, Edih Mulyadi mengungkap penyebab menumpuknya duit pemda tersebut di bank.
Kata Edih, dana yang langsung dikelola pemda terkendala oleh SDMnya, atau penjabat perbendaharaannya tidak serta merta di awal tahun ditetapkan.
"Bahkan saya perhatikan, penjabat perbendaharaan ini tidak ada tandemnya. Begitu terjadi mutasi, yang bersangkutan tidak terjadi bendahara lagi, harus mendidik orang baru dari proses awal," katanya dalam Media Briefing Data Fiskal Ekonomi Regional Hasil Rapat ALCo regional yang diselenggarakan DJPb Babel, Sabtu (28/1/2023) di Pangkalpinang.
Lalu hal lainnya, menurut Edih lagi, keseringan lambatnya melakukan proses pengadaan barang dan jasa atau lelang.
"Ini saya selalu ingatkan saat penyampaian DIPA, bapak ibu boleh lakukan lelang bahkan sebelum diserahkan DIPA ditandatangani, lelangnya ya," ucapnya.
"Ini boleh, kenapa? Agar akselarasi pada saat DIPA sudah terbit, maka kegiatan langsung berjalan. Kelemahannya kayaknya disitu, terlambat proses pengadaan barang dan jasa. Kemudian proses e-Catalog," ujarnya.
Dia menyebutkan uang tersebut seharusnya diperuntukkan pada program/kegiatan tersebut, namun kini menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2023.
"Realisasi APBD Pemda di Babel sampai dengan 31 Desember 2022 mencapai pendapatan Rp9,64 Triliun, belanja dan transfer Rp8,74 Triliun, pembiayaan daerah Rp1,17 Triliun dan SILPA Rp2,07 Triliun," Kata Kepala Kanwil DJPb Babel, Edih Mulyadi, yang didampingi Kepala BPS Babel Toto dan Local Expert Dr Devi Valeriani.
Sayangnya, Edih belum bisa memberikan rincian SILPA per pemkab/kota dan provinsi.
Edih menilai, bahwa SILPA ini tidak hanya terjadi di lingkungan Pemda di Babel, melainkan di pemda lainnya di Indonesia, dikarekan pelaksanaan APBD di tahun berjalan sampai akhir tahun tidak terserap maksimal dari apa yang dianggarkan sejak awal.
"Jika SILPA nya cukup besar, berarti ada permasalahan dari sisi eksekusi APBD," katanya.
Kira-kira apa permasalahannya, kata Edih, yang dipelajari pihaknya, misalnya di tahun 2022, APBD ini terdiri dari pendapat asli daerah (PAD) dan ada dari transfer dana pemerintah pusat.
"Mungkin kendalanya disini, ada dana yang langsung masuk ke kas daerah, ada juga yang via KPPN seperti DAK fisik," ujarnya.
Editor : Muri Setiawan