Sisi Gelap Euforia Perayaan HUT ke-22 Bangka Belitung, Sudahkah Rakyat Berdaulat?

Joko Setyawanto
Okta Renaldi, Ketua BEM IAIN SAS Babel. Foto: Istimewa

PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Pada masa Orde Baru, merupakan geliat politik pertama pemekaran Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), yang sudah mulai digalakkan sejak tahun 1956. Secara historis dan kultural, tahun tersebut merupakan faktor utama untuk menanamkan semangat pemekaran provinsi, namun usaha tersebut tidaklah berhasil dan masih banyak pertimbangan dari pemerintah pusat.

Melaui perjuangan panjang itulah, berhasil untuk didapatkan apa yang menjadi cita-cita untuk melakukan pemekaran, tepat pada momentum reformasi dengan lahirnya UU No 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, atau UU Otonomi Daerah, perjuangan untuk melakukan pemekaran provinsi berada di puncak keberhasilan.

Sehingga dalam hal tersebut, tepat pada tanggal 21 November tahun 2000, merupakan tanggal yang bersejarah bagi masyarakat Provinsi Kepulauan Babel. Mengingat tanggal tersebut merupakan tanggal terbentuknya Provinsi Babel, melaui keputusan UU No 27 tahun 2000 dan dengan adanya kebijakan otonomi daerah, yang telah didapatkan dari amanat reformasi. 

Beberapa faktor yang melatarbelakangi para pejuang untuk melakukan pemekaran provinsi, salah satu adalah faktor utamanya adalah kekuasaan, yang melihat kondisi wilayah-wilayah lain seperti Bengkulu, Lampung dan Jambi, yang telah lebih dahulu ditetapkan untuk menjadi provinsi. Dan Juga beberapa faktor lain yang melatarbelakanginya yaitu kultural, pemerataan ekonomi, sehingga mengingankan rakyat Babel berdaulat. 

Bertepatan di tahun 2022 ini, Provinsi Kepulauan Babel merayakan hari jadinya yang ke-22 tahun. Dibalik euphoria perayaan hari jadinya, Bangka Belitung mengusung tema Hijau Biru Babelku yang bermakna hidup berbahagia dan bergembira, dan dalam hal tersebut selaras juga dengan filosofi daerah Bangka Belitung, yang ditandai dengan kekayaan alam baik di darat maupun di laut. Daratannya yang subur, serta lautnya yang indah nan mempesona.

"Subur dengan kerusakan lingkungannya, dan juga laut yang mempesona dengan pemandangan ketem besinya (kapal isap_red),” kata Ketua BEM IAIN SAS Babel, Okta Renaldi, dalam keterangan persnya, Senin (21/11/2022). 

Dalam catatan geografis, Kepulauan Babel memiliki luas daratan dengan total 16.424,6 Km². Dari luas daratan tersebut, terdapat beberapa bagian yang diisi oleh kelapa sawit dengan luas wilayah hak guna usaha (HGU) 134.709 hektar (Ha), dimana luas perkebunan kelapa sawit milik swasta 136.274 hektar (Ha), perkebunan plasma perusahaan yang dikelola oleh rakyat memiliki luas total 13.442 hektar (Ha). Sedangkan luas perkebunan yang dikelola oleh rakyat milik pribadi 75.734 hektar (Ha).

Maka, melalui data tersebut, jika dikalkulasikan dengan luas daratan Kepulauan Babel, ± 30% dikuasai oleh sektor perekebunan kelapa sawit, namun dalam hal ini tidak lebih dari 10% perkebunan kelapa sawit yang dikelola dan dimiliki oleh rakyat Bangka Belitung.

Sehingga timbul pertanyaan dari 30% luas perkebunan kelapa sawit di Babel dikelola oleh siapa ? dan impact terhadap partisipasi pembangunan daerah itu seperti apa ? apakah rakyat Bangka Belitung suda merasakan kesejahteraan dengan adanya perkebunan kelapa sawit ? 

Disisi lainnya, Bangka Belitung juga dianugerahi oleh Tuhan YME sumber daya alam  yang melimpah, salah satunya pada sektor pertambangan timah. Melalui semangat pemekaran, kesejahtereaan rakyat yang dikedepankan dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam itu sendiri.

Tercatat lebih kurang luas daratan disebutkan di paragraph sebelumnya hampir 27,56 % yang memililiki izin usaha pertambangan (IUP). Belum lagi tercatat lahan dalam keadaan kritis yang ditinggalkan begitu saja terjadi, akibat adanya proses pertambangan di Babel yang ±123.000 hektar.

Maka seharusnya ini menjadi PR (pekerjaan rumah) utama untuk segera diperbaiki, mengingat hal demikian sudah menjadi tanggung jawab bagi pemegang IUP untuk melakukan reklamasi, sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU no 2 tahun 2020 tentang mineral dan batu bara.

Sehingga dalam paragraf ini pun, timbul pertanyaan setelah pasca tambang rakyat Babel bisa apa ? Sudah siapkah Babel menghadapi pasca tambang? 

Dalam hal ini seharusnya pada momentum hari jadi yang ke-22 tahun ini, ghiroh atau semangat untuk mengembalikan narasi rakyat berdaulat, sesuai dengan cita-cita pada saat mendeklarasikan pemisahan Bangka Belitung harus segera diaktualisasikan. Baik sejahtera dari sektor ekonomi yang meminimalisir potensi yang akan dihadapi masyarakat Bangka Belitung yang rentan terjadi kemiskinan, sektor pemanfaatan lahan, dan juga Social Mapping yang mempertimbangkan seluruh askpek tanpa harus melakukan politik akomodatif yang menanamkan pemahaman kepada rakyat Babel, bahwa Babel tidak bisa terlepas dari sektor pertambangan, dan juga tidak ketinggalan yaitu kualitas SDM yang harus diprioritaskan guna rakyat Babel tidak semata-mata menjadi turis di negeri sendiri.

 

Editor : Muri Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network