“Akibatnya, meski harga CPO Rotterdam pada 23 Juni 2022 mencapai 1.450 US Dolar per ton, petani hanya bisa menikmati harga TBS Rp1.027 – 2.002 per kilogram. Bahkan untuk petani yang hanya bisa menjual ke pengepul, TBS hanya dihargai Rp400 per kilogram,” terang Gulat.
Di sisi lain, lanjut Gulat, pabrik kelapa sawit (PKS) saat ini seperti menghadapi buah simalakama. Satu sisi, PKS harus membeli TBS petani, namun di sisi lain industri pengolahan lambat menyerap CPO PKS.
“Jadi anjloknya harga TBS petani karena besaran beban dari CPO dan lambatnya ekspor,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, Gulat meminta pemerintah menjadikan pemenuhan wajib pasok dan harga (DMO/DPO) dan percepatan eskpor Flush Out (FO) sebagai pilihan, bukan ketentuan yang semua harus dipenuhi.
“Ketentuan Flush Out (FO) sebaiknya menjadi alternatif yang bisa dipakai oleh eksportir, jika keberatan memenuhi DMO/DPO. Kalau eksportir tidak mau memenuhi DMO/DPO boleh menggantinya dengan FO sebesar 200 ribu US Dolar per ton,” usulnya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait