"Membangun Indonesia dari pinggiran", merupakan kerangka tema yang diusung pada Kongres Nasional maritim atau Munas ke II ASPEKSINDO, yang bertepatan dengan hari sakral maritim nasional tahun ini, di Tanjung Ru Kabupaten Belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kita ketahui bersama, bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis wilayah pesisir dan perairan lebih dominan dibandingkan luas daratan.
Nadi harapan anak bangsa tersemat pada pengelolaan imperium kelautan yang solutif, produktif, dan konektif, yang secara de jure menjadi menjadi cahaya otonom dari jutaan masyarakat Indonesia yang menggantungkan kelangsungan hidupnya.
Namun faktanya saling menumpang dan saling menindih, tangga-tangga regulasi kepentingan yang berkecamuk menuju puncak keharibaan imperium kapitalis, beriringan dengan kail dan umpan para nelayan yang bersampan, terus ditukar dengan kain dan kafan melalui gerilya-gerilya para kaki tangan cukong yang bohong dan terus nyolong dengan menyombong.
Dari dermaga tampak memudar sampan-sampan pengangkut ikan milik nelayan, diganti besi-besi enginer raksasa yang nampak berlayar perkasa memecah desir gelombang dengan deru mesin hisap biji timah, yang melantang mengangkang membentang dan menantang birunya samudra sebagai asi yang dibawa oleh para nelayan rapuh, tatkala jumpa anak dan istri di rumah.
Kini asi sudah menjadi basi, tatkala para leher berdasi kembali berilusi dengan puisi-puisi yang dibalut dengan fatwa suci, yang bernama regulasi diatas negeri yang ber-rimakan Serumpun Sebalai, nyatanya memberikan rumpun keretakan tatkala benda dari surga sahwat kapitalis (biji timah) dieksploitasi secara membabi buta oleh para kapitalis, yang merenggut hak rakyat yang harusnya dapat mengais.
Para petinggi pemerintah daerah yang beberapa waktu lalu menyelenggarakan kegiatan yang sakral, yaitu MUNAS ke II ASPEKSINDO Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia, dinilai masih belum memiliki konsep ideal dalam perjuangan wilayah di daerahnya yang memiliki bentang pesisir dan kepulauan.
Pasalnya dari sekian banyaknya jumlah pemerintah daerah yang tergabung dalam ASPEKSINDO, terdapat beberapa pemerintah daerah yang belum memiliki regulasi yang kuat, untuk mengembangkan bahkan membentuk imperium wilayah kepulauan dan pesisir di daerahnya, yang meliputi wilayah kepulauan dan pesisir salah satunya adalah di Bangka Belitung.
Padahal, ini penting yang harusnya mendapatkan perhatian serius untuk dapat diprioritaskan, mengingat peranan adanya wadah ASPEKSINDO adalah sebagai pijakan pemerintah-pemerintah daerah secara pesat dapat saling berkolaborasi dalam membangun kekuatan kemaritiman di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan tujuan dari adanya ASPEKSINDO yaitu Memberikan informasi dan sharing pengalaman dalam pengelolaan sumber daya wilayah kepulauan dan pesisir yang berkemajuan.
Membangun kesamaan persepsi dan pemahaman mengenai peran Kepala Daerah Kepulauan dan Pesisir, sesuai dengan dinamika dan tantangan yang dihadapi.
Bangka Belitung yang belum memiliki regulasi mengenai daerah kepulauan dan pesisir sangat memilukan dan kontradiktif.
Para pemerintah daerah baik Gubernur dan beberapa Bupati yang ada di Bangka Belitung, memiliki posisi yang strategis pada jajaran kepengurusan ASPEKSINDO, tapi persoalan ekologis yang menyangkut wilayah kepulauan dan perairan di Bangka Belitung terus saja menjadi gejolak yang tak kunjung selesai.
Jangan sampai ASPEKSINDO yang memiliki cita-cita mulia untuk membangun imperium kemaritiman hanya menjadi angan belaka. Maka diperlukan revitalisasi penghayatan, pemahaman dan pengejawantahan yang produktif dan solutif bagi stakeholder yang tergabung didalamnya. (**)
Adhy Yos (Ketum HMI Cabang Bangka Belitung Raya)
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait