get app
inews
Aa Text
Read Next : Polisi Sita 42 Ton BBM Subsidi Tanpa Dokumen Resmi di Kabupaten Bangka, 5 Orang Ikut Diamankan

Kelangkaan BBM di Babel: Krisis yang Diciptakan, Bukan Diwariskan

Kamis, 20 November 2025 | 16:03 WIB
header img
Antrean kendaraan di SPBU Selindung Kota Pangkalpinang, Senin (17/11/2025). Foto: Muri Setiawan.

PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Dalam sepekan terakhir, antrean panjang terlihat di sejumlah SPBU di Pangkalpinang, Sungailiat, Mentok, hingga Toboali, mempertegas bahwa krisis BBM kembali terjadi di wilayah ini pada pertengahan November 2025.

Kelangkaan BBM di Bangka Belitung bukan sekadar gangguan sementara — ini adalah pelanggaran sistemik terhadap hak dasar energi rakyat. 

‎Data terbaru menunjukkan bahwa Polres Bangka Barat menyita 1,8 ton Pertalite yang ditimbun dalam 92 jerigen (20 liter per jerigen). Sementara itu, Kepolisian dan Polda Babel juga mengungkap modus penyelewengan BBM subsidi jenis solar, dengan solar subsidi dibeli Rp 8.800–9.200/liter kemudian ditimbun dan dijual ulang dengan harga industri.

‎Di sisi kebijakan, Pemerintah Provinsi Babel bahkan mengajukan penambahan kuota biosolar sebesar 8.280 KL untuk wilayah Babel karena sisa kuota subsidi diperkirakan hanya cukup untuk tiga hari. Ini memperlihatkan betapa tipisnya cadangan BBM bersubsidi di provinsi ini — skenario yang berisiko dan tidak berkelanjutan.

‎Secara regulasi, penimbunan dan penjualan ilegal BBM bersubsidi ini melanggar UU No. 22/2001 tentang Migas (Pasal 55) yang mengatur sanksi atas distribusi dan penyalahgunaan migas. Dalam kasus Pertalite senilai 1,8 ton, polisi juga menjerat pelaku dengan pasal ini. Kegagalan pengawasan ini menunjukkan bahwa mekanisme distribusi subsidi tidak berfungsi: jika subsidi diterapkan tanpa pengendalian distribusi yang ketat, maka alokasi subsidi publik bisa dicuri oleh oknum yang menguntungkan diri sendiri.

‎Dari sudut ketahanan energi, kondisi ini bertentangan dengan semangat Pasal 33 UUD 1945, di mana negara berkewajiban mengelola sumber daya alam demi kemakmuran bersama. Ketika kuota subsidi tidak dapat menjamin pasokan lokal, dan ketika praktik ilegal menyedot jatah publik, maka negara gagal menjalankan amanat konstitusional tersebut.

‎Kelangkaan BBM terulang bukan karena alasan alamiah semata (cuaca laut, distribusi), tetapi akibat kegagalan sistemik: perencanaan kuota yang tidak akurat, kurangnya cadangan lokal, dan pengawasan distribusi yang lemah. Pemerintah dan Pertamina tidak bisa lagi hanya “merespons krisis” setelah fakta: harus ada intervensi struktural — audit distribusi, transparansi kuota subsidi, penegakan hukum lebih tegas, dan investasi penyimpanan lokal.

‎Jika tidak ada langkah tegas sekarang, Bangka Belitung akan terus menjadi korban sistem yang cacat — di mana subsidi yang mestinya menjadi jaring pengaman justru dicuri dan krisis keseharian menjadi satu-satunya jawaban, karena kelangkaan BBM di Bangka Belitung bukan warisan alam; ‎ia adalah produk dari kelalaian manusia, sistem, dan kebijakan. *)

‎*) penulis: Sayied Mahasiswa Unmuh Babel

Editor : Muri Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut