"PADA era digital seperti sekarang, mahasiswa seringkali terlihat sangat aktif di media sosial, dengan melakukan kritik-kritik tajam terhadap berbagai isu sosial dan politik. Mereka tampak begitu kritis dan idealis dalam menyuarakan pendapat serta memperjuangkan keadilan. Namun, di balik tampilan tersebut, ironisnya, banyak mahasiswa juga terlihat apatis dalam kehidupan nyata. Mereka cenderung enggan untuk terlibat dalam aksi nyata atau gerakan sosial yang bisa membuat perubahan riil di masyarakat. Mengapa terjadi perbedaan antara kritik yang tajam di media sosial dengan sikap apatis dalam kehidupan sehari-hari?"
”Idealisme menjadi kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh seorang pemuda” -Tan Malaka-
Ungkapan Tan Malaka pada masa itu ada benarnya. Anak muda dengan idealisme dan pikiran kritis yang tak terbendung dapat menjadi kekuatan untuk menggerakkan arah kebijakan yang pro terhadap kesejahteraan masyarakat yang tidak hanya memanfaatkan pengaruh dari media sosial, akan tetapi aksi nyata sebagai ujung tombak masyarakat.
Tumpulnya keberanian mahasiswa
Asumsi bahwa mahasiswa sebagai garda terdepan suara rakyat mungkin sudah sirna. Pasalnya, kini banyak mahasiswa yang hanya mampu beropini di media sosial, hal tersebut kontras dengan sejatinya mahasiswa dididik dan ditempa di bangku perkuliahan. Mahasiswa saat ini sering kali terlihat kritis dan idealis di media sosial, namun ironisnya, banyak dari mereka menunjukkan tingkat apatisme yang tinggi dalam kehidupan nyata. Fenomena ini mencerminkan kesenjangan antara tindakan di dunia maya dan dunia nyata. Di tengah eksistensi media sosial yang memungkinkan mahasiswa untuk mengekspresikan pandangan mereka dengan mudah, nyatanya masih banyak yang tidak berpartisipasi secara aktif dalam perubahan sosial yang sebenarnya.
Editor : Muri Setiawan