PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Sidang lanjutan perkara dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice pada kasus dugaan korupsi IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dengan terdakwa Toni Tamsil alias Akhi, kembali digelar, Rabu (17/7/2024) di PN Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Akhi didakwa merintangi proses penyidikan terkait kasus yang menyeret nama kakak kandungnya Tamron alias Aon.
Sidang yang dipimpin oleh Sulistiyanto Rokhmad Budiharto selaku Ketua Majelis Hakim, dan Warsono dan Dewi Sulistiarini selaku hakim anggota ini mengagendakan mendengarkan keterangan saksi ahli pidana, Prof. Dr. Agus Surono, SH. MH., serta dan terdakwa Akhi.
Sidang lanjutan perkara dugaan perintangan penyidikan dengan terdakwa Toni Tamsil alias Akhi menghadirkan saksi ahli pidana, Kamis (17/7/2024). Foto: Lintasbabel.iNews.id/ Muri Setiawan.
Dalam keterangannya saksi ahli pidana menerangkan perihal perintangan penyidikan yang terjadi pada kasus ini. Adapun perkara perintangan penyidikan, diatur dalam Pasal 221 KUHP.
"Pasal 221, sangat erat kaitannya dengan pasal lainnya, tergantung dari kasusnya seperti apa. Dalam hubungan keluarga, ada kewajiban tidak memberikan kesaksiannya.
Kalau masih dalam tahapan penyidikan, saksi bisa menyampaikan bahwa saya masih ada hubungan keluarga. Akan ditanyakan penyidik, saudara ini ada hubungan apa dengan tersangka. Biasanya hal seperti itu ditanyakan oleh penyidik," kata saksi ahli.
Menurut saksi ahli, seseorang bisa dijerat dengan pasal 221 KUHP disaat sedang berlangsungnya proses penyidikan, maupun pada saat memberikan keterangan di pengadilan.
"Tidak hanya di dalam pemberian keterangan di pengadilan, sebagai saksi, tapi bisa pada tahap penyidikan. Apakah unsur terhadap tersangka itu juga menjadi unsur objektif yang harus dibuktikan. Pasal 221 ada 4 unsur, unsur objektif (barang siapa), dengan sengaja, perbuatan menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan, dan perbuatan memberikan pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan," katanya.
Penasehat Hukum terdakwa di persidangan menanyakan perihal kaitannya bahwa apa yang dilakukan pelaku, mencegah, merintangi, menggagalkan itu ada kaitannya dengan terdakwa maupun saksi. Juga perihal surat perintah penggeledahan.
"Sampai dimana batasan surat penggeledahan?," tanya PH.
"Prinsipnya berkaitan dengan penggeledahan penyitaan ada kewenangan penyidik yang dilakukan untuk mencari alat bukti. Penggeledahan baik itu dilakukan sesuai dengan hukum acara pidana, administrasi tidak boleh diabaikan. Secara umum dalam penggeledahan penyidik punya pertimbangan tersendiri. Biasanya ada informasi lain di lapangan di tempat lain. Batasan waktu surat penggeledahan, ada. Berkaitan dengan jangka waktu penyidikan, kalau penggeledahan secara umum, secara teknisnya merupakan kewenangan subjektif yang diberikan oleh undang-undang kepada penyidik," kata saksi.
"Saksi telat hadir, namun saat di datang penggeledahan sedang berlangsung, apakah itu kriteria penggalangan?," tanya PH.
"Pasal 221, kualifikasi delik yang merintangi, baik yang sedang dan akan dilakukan penyidikan, itu yang penting sudah dilakukan perbuatan yang maksudnya merintangi, bahwa tujuannya tidak tercapai bukan masalah. Berbeda dengan menggagalkan. Meskipun sedang berlaku, jika kualifikasinya masuk bisa menjadi perintangan. Pasal 221, ada bentuk-bentuk kesengajaan pelaku. Bagaimana bisa dibuktikan? Beda kesalahan dan kesengajaan, kesengajaan adalah salah satu bentuk kesalahan," ujar saksi ahli yang merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila tersebut.
Terkait pernyataan saksi ahli, PH terdakwa Toni Tamsil, Jhohan Adi Ferdian mengatakan bahwa apa yang diungkapkan oleh saksi ahli tidak membuat perkara ini menemui titik terang.
Jhohan menyoroti perihal kehadiran saksi ahli di persidangan, yang hanya melalui zoom meeting di rumah. Karena seharusnya, kata dia, bisa memberikan keterangan di persidangan melalui zoom tetapi tempatnya di tempat yang sudah ditentukan oleh pegadilan.
"Menurut kami secara subjektif, menilai ahli ini tidak menghormati persidangan, karena alasannya ada kegiatan makanya minta lewat zoom di rumah. Harusnya mereka hadir. Boleh hadir kalau JPU dan PH sepakat. Harusnya kalau ada kegiatan di kampus ya di kampus, bukan di rumah. Itu kan karena Perma pas ada covid, sekarang relevan gak Perma itu sekarang," kata Jhohan.
"Karena itu (saksi ahli_red) rekomendasi JPU, pasti dia akan lebih kesitu, pendapatnya ke sebelah," ujarnya.
Jhohan mengatakan, pihaknya masih mempertanyakan perihal surat perintah penggeledahan, yang tidak ditunjukkan kepada pihak kliennya saat kegiatan dilakukan.
"Tanggal 24 Januari 2024, terdakwa taunya yang digeledah rumahnya, bukan toko, ini kan beda lokasi. Jadi, tidak ada pemberitahuan apapun kalau mau digeledah tokonya itu. Klien kami ini tidak sengaja. Kalau sengaja itu, dia tau ada penyidik di toko maka dia tutup. Ini kan tidak tau," tutur Jhohan.
Sama halnya dengan dokumen yang menjadi dakwaan yang menjerat Akhi, Jhohan mengatakan bahwa dokumen tersebut tidak disentuh sama sekali oleh kliennya.
"Dokumennya dia tidak tau, yang tau Albani. Kuncinya juga dia gak tau, pas penggeledahan baru tau kuncinya di situ. Sampai saat ini, belum terang benderang merintanginya dimana, kalau dari HP itu gak ada perintah untuk merusak," katanya.
Sidang kali ini juga mendengarkan keterangan terdakwa Akhi. Sejumlah pertanyaan baik oleh JPU maupun PH masih seputar dokumen milik CV VIP dan CV MCM yang berada di rumah Akhi, kemudian terkait HP yang rusak, dan kegiatan penggeledahan.
Sidang akan dilanjutkan Kamis (18/7/2024) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Toni Tamsil sendiri ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-9/F.2/Fd.2/01/2024 tanggal 25 Januari 2024 Jo dan Surat Penetapan Tersangka (PIDSUS-18) Nomor: TAP-09/F.2/Fd.2/01/2024 tanggal 25 Januari 2024.
Toni Tamsil adalah satu-satunya terdakwa dengan perkara Perintangan Penyidikan kasus dugaan korupsi IUP PT Timah, Tbk tahun 2015-2022.
Kasus korupsi ini sudah menjerat 22 orang tersangka termasuk diantaranya adalah Harvey Moeis suami artis Sandra Dewi, crazy rich Helena Lim, pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie, serta Mantan Dirut PT Timah Reza Pahlevi.
Laporan Kejagung, kasus ini mengakibatkan kerugian negara dengan taksiran mencapai Rp300 triliun.
Editor : Muri Setiawan