get app
inews
Aa Text
Read Next : Ingin Merbuk, Kenari dan Pungguk bisa Dimanfaatkan, Didit Kawal Perubahan RTRW jadi Zona Tambang

WALHI: Pertambangan Timah, dari Kematian Hingga Krisis Iklim

Senin, 18 September 2023 | 19:39 WIB
header img
Proses evakuasi korban tewas laka tambang timah di laut Matras Sungailiat Bangka. Foto: istimewa

Sekitar 1,007 juta hektare dari 8,1 juta hektare luasan Kepulauan Bangka Belitung merupakan Izin Usaha Pertambangan. Aktifitas pertambangan timah menghadirkan 12.607 kulong (lubang eks tambang) dengan total luasan 15.579,747 hektare.

Kata Jessix, sekitar 5.270,31 hektar karang mati; sekitar 240.467,98 hektar mangrove mengalami kerusakan; serta, lahan kritis seluas 167.104 hektar.


Salah satu lokasi lahan kritis di kawasan Tahura Menumbing Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang rusak dihantam penambangan timah ilegal. Foto: Lintasbabel.iNews.id/ Rizki Ramadhani.
 

Dampak dari kerusakan tersebut, selain hilang dan terancamnya keberagaman flora dan fauna, seperti Mentilin (Cephalopachus bancanus bancanus), Kukang (Nycticebus bancanus), Binturong (Arctictis binturong), serta pohon Pelawan (Tristaniopsis merguensis Griff), pohon Nyatoh (Palaquium rostratum), pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn), juga menimbulkan krisis air bersih; hilang dan menurunnya populasi sejumlah jenis ikan sebagai sumber pangan dan ekonomi berkelanjutan; serta, hilangnya berbagai tradisi bersama pengetahuan lokal yang arif dengan alam.

"Dari dampak tersebut, Walhi Kepulauan Babel menilai aktifitas pertambangan pasir timah di Kepulauan Bangka Belitung sudah mengubah bentang alam, yang sebelumnya adalah “surga” bagi semua makhluk hidup," ujarnya.

Pemanasan (krisis iklim) global yang dampaknya sudah dirasakan pada saat ini, seperti menyebarnya virus mematikan, naiknya suhu bumi, kekeringan, dan banjir, kian mengancam Kepulauan Bangka Belitung. Pemanasan global memungkinkan dalam waktu dekat, provinsi dengan 950 pulau, mengalami krisis pangan dan krisis air bersih.

Puncak krisis iklim global diprediksi berlangsung pada 2040 atau sekitar 18 tahun lagi. Minimal sekitar 860.330 jiwa masyarakat di Kepulauan Bangka kelahiran 1989-2022 akan menghadapi puncak krisi iklim global tersebut.

"Beranjak dari uraian di atas, Walhi Kepulauan Bangka Belitung menyatakan. Dibutuhkan komitmen kuat dari pemerintah dalam upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan dari aktifitas pertambangan timah, sehingga negara berperan dalam pemenuhan hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," ujarnya.

Editor : Muri Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut