PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) Nomor 6 tahun 2023, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang kembali tuai polemik. DIt Intelkam Polda Kepulauan Bangka Belitung (Babel), bersama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Babel, Serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Babel, menggelar diskusi publik tentang pentingnya UU Cipta Kerja untuk Provinsi Kepulauan Babel.
Ketua SPSI Babel, Darusman Aswan mengatakan, Omnibus Law bukanlah mimpi dan harapan buruh, serta tidak layak diundang-undangkan.
"Omnibus Law bukan mimpi dan harapan bagi para buruh, kita tahu di negara kita banyak dari pihak-pihak yang menolak. Omnibus Law dan UU Cipta Kerja termasuk SPSI, kami SPSI Babel sudah berteriak-teriak di jalan dan sudah bertemu dengan anggota DPRD Babel," kata Darusman, Rabu (3/5/2023).
Lebih lanjut dia menilai, terdapat poin-poin tertentu seperti upah buruh, jam kerja, hingga hubungan kerja seperti pekerja kontrak dan alihdaya atau outsourcing, yang menjadi persoalan di UU Ciptaker.
"UU Cipta Kerja yang baru, buruh mendapatkan penurunan upah yang drastis mencapai 6 persen, inilah salah satu gambaran terkait UU Cipta Kerja," tuturnya.
Meskipun dinilai tidak layak, UU Cipta Kerja tetap diundang-undangkan, dan akan menjadi persoalan bagi para buruh yang harus menerima pil pahit pahit atas kebijakan tersebut.
"Suka tidak suka, Perppu sudah menjadi undang-undang, walaupun masih banyak dari teman-teman buruh yang berjuang menolak Omnibus Law dan UU Cipta Kerja, tetapi pemerintah tetap teguh dengan pendiriannya, dan kami dari SPSI akan tetap menuntut dan memperjuangkan hak-hak para buruh," katanya.
Editor : Muri Setiawan