PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Menyikapi pernyataan Penjabat (PJ) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Ridwan Djamaluddin soal sedimentasi lumpur yang akan diendapkan kembali ke tempat semula dan tidak berdampak negatif. Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (FORDAS) Provinsi Kepulauan Babel, Fadilah Sabri meminta agar pemerintah memberikan jaminan terkait hal itu.
Anak-anak berenang di Pantai Teluk Rubiah Kecamatan Muntok Kabupaten Bangka Barat, dimana PIP tampak sedang melakukan aktifitas penambangan disana. Foto: Fierly.
"Terkait masalah sedimen, ini kan (PIP) masih sedikit, maka harus ada jaminan bahwa sedimen itu betul-betul tidak terbawa kepada pantai-pantai yang terdekat. Yang kita khawatikan disitu. Maka jaminan itu semua harus disampaikan, agar masyarakat itu paham," kata Fadillah, Sabtu (26/11/2022).
Dikatakan Fadillah bahwa segala sesuatunya harus berdasarkan kajian ilmiah, dan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
"Sesuai dengan pernyataan kami sebelumnya, bahwasanya kita melihat sesuatu itu berdasarkan ilmu, pengetahuan dan rambu-rambu yang ditetapkan oleh negara yaitu peraturan. Dari awal kita sudah menyatakan, bahwa dicek tentang wilayah IUP itu dan zonasi. Apakah itu masuk ke zonasi tambang. Kemudian lihat itu metode penambangannya," katanya.
Dia juga mempertanyakan terkait jumlah PIP yang akan menambang di kawasan Teluk Rubiah, karena ada kekhawatiran jumlahnya akan bertambah banyak. Pemerintah diminta tegas dalam pengawasannya.
"Tadi pak PJ menyebut itu masih masuk dalam kawasan IUP itu (PIP di Teluk Rubiah) dan meminta mundur 100 meter lagi. Sekarang, apakah itu hanya 19, apakah akan ada penambahan. Jika ada penambahan, lalu ternyata jumlah itu bertambah banyak, dan tidak ada konsistensi dari pihak penambang itu, maka pemerintah harus memberikan sanksi, pada prinsipnya kan begitu," ujarnya.
Terkait hal ini, Fadillah meminta agar pemerintah memberikan batas kawasan yang ditambang tersebut, agar tidak menimbulkan gesekan dengan masyarakat yang memiliki kepentingan ekonomi di daerah Teluk Rubiah.
"Karena ini adalah legal, dan ada konsekuensinya, maka pengawasannya harus ketat. Bila perlu wilayah penambangan itu dikasih tanda, agar masyarakat paham kalau itu adalah wilayah penambangan. Seperti kalau di darat itu ada garis polisi. Ada rambu-rambu gitu, dikasih tanda. Sehingga masyarakat itu nantinya paham, bahwa itu wilayah penambangan," katanya.
"Sekarang jelaskan, sejelas-jelasnya, jika perlu dibuat garisnya dan disosialisasinya ke media, oh itu legal, oh itu wilayah tambang, dikasih pelampung atau bendera, sehingga jika melewati batas itu, maka masyarakat berhak untuk menuntut bahwa itu melanggar," tambah Rektor UNMUH Babel ini.
Dermaga Jetty Teluk Rubiah. Foto: Fierly
Dia meminta harus ada keseriusan dari pemerintah dalam hal pengawasan dan penindakan, jika para penambang atau mitra PT Timah itu melanggar dari ketentuan-ketentuan yang ada.
"Saya paham apa yang dimaksudkan itu, sekali lagi kita memberikan masukan ini agar masyarakat itu semakin terang benderang. Bukan berarti kita anti tambang, tidak. Tapi semua itu ada tempatnya, semua itu ada bagiannya. Ada zonasinya dan ada haknya, seperti itu. Nelayan juga punya hak. Apakah itu nantinya tidak mengganggu para nelayan, harus ada jaminan juga, sehingga tidak saling menyalahkan di lapangan," ucap Fadillah.
Fadillah bahkan meminta agar pemerintah daerah menyosialisasikan Amdal terkait aktifitas PIP di Teluk Rubiha, agar masyarakat memahami bahwa daerah itu memang boleh ditambang dan menggunakan metode seperti apa, temasuk bagaimana dari sisi dampak lingkungannya kedepan.
"Kemudian, hak keindahan. Karena pariwisata itu adalah keindahan, apakah itu menjadi sebuah objek wisata nantinya, dijadikan objek wisata penambangan laut itu. Hal seperti ini mustinya, apakah sudah tercantum di dalam Amdalnya sendiri. Sebenarnya gampang, Pak PJ tidak perlu menjelaskan ke kita, Amndalnya saja yang dipaparkan. Sehingga masyarakat itu tahu, bahwa Amdal itu dibuat supaya masyarakat itu punya hak untuk tau, bahwa keberadaan itu legal," ujarnya.
Fadillah menegaskan, bahwa pemerintah harus bertanggung jawab jika kedepan terjadi kerusakan lingkungan atau dampak negatif lainnya dari aktifitas penambangan tersebut. Terlebih jika jumlah PIP di Teluk Rubiah semakin banyak.
"Kalau memang sudah demikian, yang pak PJ sampaikan, kita tunggu saja fakta-fakta di lapangan yang terjadi, jika itu sudah sampai ratusan Ponton yang beroperasi. Apakah masih seperti dia yakini, tidak akan terjadi kerusakan sebagaimana yang ia sampaikan," katanya.
"Selanjutnya, yang ilegal itu harus ditindak, terutama tambang-tambang di darat, banyak tambang yang mengganggu aktifitas dan merusak kelestarian dan sebagainya. Jika itu sudah berkesesuaian tinggal kita awasi. Ini baru 19, pengawasannya mungkin lebih mudah. Kalau jumlahnya melebihi atau ratusan nantinya, apakah akan lebih mudah pengawasannya, wallahualam. Karena kecenderungan manusia itu tidak pernah puas, diberi sedikit dia minta tambah, ujung-ujungnya nanti? Itu tabiat, karakteristik manusia yang tidak puas untuk mendapatkan kesenangan duniawi," ujar Fadillah.
Maklum Maklumat. Foto: Fierly
Editor : Muri Setiawan