Karena kondisi sulit untuk memperoleh gas 3 kilogram ini, Krisdayanti terpaksa beralih ke gas elpiji ukuran 12 kilogram untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Saya belinya ke agen yang lebih jauh dari rumah saya, tapi sebelum lebaran nggak kebagian lagi. Jadi, terpaksa meminjam tabung gas 12 kilogram milik saudara, karena mau masak dan jualan kan. Harganya jauh lebih mahal lah, tapi daripada nggak masak, nggak jualan mau gimana lagi," tuturnya.
Sementara, Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perindustrian Bangka Barat, Aidi menyampaikan sebenarnya untuk kouta gas subsidi 3 kilogram ini pendistribusiannya normal, namun kelangkaan tersebut diduga kurang telitinya pangkalan saat mendistribusikan ke konsumen.
"Sebenarnya normal, ada di pangkalan atau mungkin kurang tetap sasaran. Kami mengimbau pangkalan betul-betul melakukan seleksi kepada masyarakat yang memang berhak menerima dengan kategori masyarakat tidak mampu," ungkap Aidi.
Aidi juga mengungkapkan bahwa yang berhak menjual adalah pangkalan bukan dijual kembali ke toko-toko kelontong yang menyebabkan harga melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah dengan kisaran harga Rp18 ribu.
"Tidak bisa dijual di toko-toko kelontong, karena ini barang subsidi, yang seharusnya peruntukannya untuk warga yang tidak mampu. Jadi distribusinya dari agen masuk ke pangkalan, dan dari pangkalan didistribusikan ke konsumennya dan harga resmi sudah ditetapkan pemerintah," ujarnya.
Editor : Muri Setiawan