BANGKA BARAT, lintasbabel.id - Nelayan Teluk Kelabat Dalam, Kabupaten Bangka Barat (Babar) menolak aktivitas pertambangan timah, di perairan Teluk Kelabat Dalam. Penolakan ini turut didukung oleh mahasiswa yang tergabung dalam Badan eksekutif Mahasiswa (BEM) Babel.
Zulfani, Wakil Ketua Aliansi Forum Nelayan Teluk Kelabat Dalam mengatakan, lLaut telah menjadi rumah kedua bagi masyarakat pesisir, yang secara turun temurun telah menggantunggkan mata pencahariannya di laut sebagai nelayan tradisional.
Kelestarian dan keseimbangan ekosistem laut, kata Zulfani, adalah faktor utama yang mempengaruhi hasil dari tangkapan nelayan.
"Maka penting bagi kita untuk memastikan laut tetap terjaga, dan terhindar dari seluruh aktivitas yang dapat mengancam akan kelestarian SDA dari laut Bakit," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima lintasbabel.id, Kamis (7/10/2021).
Dikatakan Zulfani, pada nyatanya, ada pihak tak bertanggungjawab yang mengumpulkan KK milik masyarakat awam desa Bakit yang tidak mengerti apa-apa, kemudian KK tersebut dijadikan bukti bahwa seolah masyarakat telah menyetujui dioperasikan K.I.P di Teluk Kelabat daerah perairan Bakit.
"Pada hari Rabu, 6 Oktober 2021, pihak PT Timah telah mengadakan pertemuan bersama warga dan nelayan, untuk mensosialisasikan Rencana Kerja pertambangan K.I.P di perairan desa Bakit. Pada sosialisasi ini, nelayan sebagai pihak yang terdampak telah dirugikan karena tidak diberi kesempatan untuk berbicara, padahal sosialisasi tersebut diperuntukkan untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali," katanya.
Sementara itu, Barkah selaku Presiden Mahasiswa Polman Babel yang juga Koordinator BEM Se-Babel menyebutkan bahwa ada skenario yang dibuatkan oleh pihak PT timah dan pihak tertentu, untuk mengarahkan seolah-olah masyarakat dan nelayan setuju dengan rencana pertambangan tersebut.
"Seolah-olah, memang sudah diatur dan disepakati oleh pihak yang tak bertanggungjawab bersama pihak PT Timah.
Skema Kompensasi yang ditawarkan, dinilai tidak dapat dan tidak mampu mensejahterakan masyarakat, hal ini terlihat pada beberapa wilayah produksi PT Timah di Laut Babel," kata Barkah.
Barkah mengatakan, bahwa dengan adanya aktivitas produksi KIP di wilayah laut Babel, telah menimbulkan permasalahan-permasalahan baru, seperti adanya kerusakan terumbu karang, konflik sosial hingga dugaan pelanggaran HAM terhadap masyarakat sekitar.
"Lebih dari itu, setelah proses pertambangan selesai, timah-timah di laut Bakit telah habis dikeruk dan kompensasi telah dihentikan, maka masyarakat nelayan akan semakin kesulitan, tidak ada lagi laut tempat nelayan mencari ikan, sebab laut telah dihancurkan oleh aktifitas pertambangan timah," ujarnya.
Ditambahkan Sekjen Dewan Mahasiswa (Dema) IAIN, Okta, bahwa kewajiban melakukan reklamasi di beberapa wilayah operasi PT Timah, sampai hari ini tidak menunjukkan adanya indikator-indikator keberhasilan.
"Perda Zonasi RZWP3K No. 03 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa perairan sekitar Teluk Kelabat Dalam, adalah zona bebas tambang dan menjadi zona aktif tangkap nelayan. Sehingga menjadi tanggung jawab bersama untuk melaksanakan amanah Perda tersebut," katanya.
Berikut ini pernyataan sikap BEM Babel bersama masyarakat Bakit serta Aliansi Forum Nelayan Teluk Kelabat Dalam :
1. Menolak Kapal Isap Produksi milik PT Timah atau Mitranya beroperasi di laut Teluk Kelabat terkhusus pada perairan Bakit.
2. Mendesak pemerintah Daerah Provinsi Bangka Belitung untuk menegakkan pelaksanaan Perda RZWP3K
3. Mengecam segala bentuk kriminalisasi nelayan terhadap perjuangan penolakan KIP di wilayah laut Bakit, dan upaya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan nelayan.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait