dari Babel untuk Palestina Merdeka, Bukan Relokasi

Jurnalis Warga/ Oca
Ramsyah Al Akhab (Ketua Korps Pengader Cabang Babel Raya; Ketua Komunitas Aksara Muda Babel). Foto: istimewa/ dokumen pribadi.

SEBAGAI masyarakat Bangka Belitung (Babel), kita mesti menyambut dengan hati terbuka semangat kemanusiaan dan solidaritas yang ingin ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia terhadap saudara-saudara kita di Palestina. Namun, kita perlu menyampaikan kejujuran, bukan karena menolak membantu, tapi karena kita percaya ada cara yang lebih bijak, lebih adil, dan lebih berdampak dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

 

Mengukur Kemampuan

Kita hidup di tanah yang kaya akan sejarah, budaya, dan semangat kebersamaan. Babel bukan hanya pulau-pulau indah; kita adalah masyarakat yang menjunjung tinggi harmoni, gotong royong, dan kedamaian antaragama serta antaretnis. 

Tapi kita semua tahu, kondisi ekonomi di sini tidak sedang baik-baik saja. Ketergantungan pada sektor tambang, minimnya lapangan kerja, dan terbatasnya industri baru telah membuat banyak dari kita hidup dalam ketidakpastian. Anak-anak muda Babel semakin sulit mencari penghidupan yang layak di tanah kelahiran mereka sendiri.

Ketika wacana menjadikan Babel sebagai tempat penampungan pengungsi Palestina muncul, kita mesti tersentak. Pertanyaannya bukan soal menolak saudara seiman atau sesama manusia, tapi apakah daerah ini memang siap? 

Infrastruktur Bebel belum merata, akses logistik di pulau-pulau terpencil masih terbatas, dan fasilitas kesehatan serta pendidikan pun belum memadai untuk kebutuhan lokal, apalagi jika harus menanggung ribuan jiwa tambahan.

Kita juga mesti khawatir akan potensi gesekan sosial. Bukan karena kita tidak toleran, justru karena kita sadar bahwa integrasi budaya dan sosial butuh waktu, pemahaman, dan kesiapan yang matang. Jika kedatangan pengungsi tidak dibarengi dengan kebijakan jelas, sistem pendukung yang kuat, dan partisipasi masyarakat lokal, maka yang awalnya niat baik bisa berubah menjadi persoalan baru.

Politik Dibungkus Kemanusiaan 


 

Selain itu, kita juga melihat adanya ketidakkonsistenan dalam kebijakan nasional. Indonesia belum meratifikasi konvensi pengungsi internasional dan selama ini menolak kehadiran pengungsi Rohingya dengan dalih tersebut. Lalu mengapa justru membuka pintu bagi relokasi warga Gaza? Di mata dunia, hal ini bisa menciptakan standar ganda yang mencoreng wajah kemanusiaan kita sendiri.

Kita tidak ingin bangsa ini terlihat tunduk pada tekanan politik global. Jangan sampai, demi menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, kita mengorbankan prinsip yang selama ini kita junjung tinggi: bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, termasuk Palestina. 

Relokasi pengungsi secara besar-besaran justru berisiko memperlemah posisi Palestina dalam perjuangan politik dan hukum internasional. Kehadiran rakyat Palestina di tanah mereka sendiri adalah bukti nyata bahwa bangsa ini masih ada, masih bertahan, dan masih berjuang. Ketika rakyatnya dipindahkan, yang tertinggal hanyalah reruntuhan tanpa saksi, dan itu bisa dimanfaatkan oleh pihak penjajah untuk mengklaim tanah tersebut sebagai "kosong" dan tidak berpenghuni.

Relokasi warga Gaza justru bisa dimanfaatkan Israel untuk memperkuat penjajahannya dan menghapus jejak rakyat Palestina dari tanah kelahirannya.

 

Cara Efektif 

Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin membantu, ada banyak cara lain yang lebih efektif dan bermartabat: kirimkan bantuan medis, dukung diplomasi internasional, atau galang solidaritas dunia untuk mendesak solusi dua negara.

Bantulah Palestina tetap bertahan dan bangkit di tanah mereka sendiri, bukan dengan memindahkan mereka ribuan kilometer dari kampung halamannya.

Kita juga harus belajar dari sejarah: pengungsian tidak pernah menjadi solusi permanen. Banyak negara yang selama puluhan tahun menampung pengungsi Palestina tetap tidak mampu memberikan kejelasan status dan masa depan. Akibatnya, generasi demi generasi hidup dalam keterasingan, tanpa hak kewarganegaraan, tanpa akses setara terhadap pendidikan, pekerjaan, dan keamanan.

Dengan tetap mendukung keberadaan mereka di tanah sendiri, kita ikut menjaga eksistensi Palestina sebagai sebuah bangsa dan entitas berdaulat. Solidaritas sejati bukan berarti membawa mereka pergi dari konflik, tapi membantu mereka bertahan dengan martabat, memperjuangkan hak-haknya, dan membangun masa depan yang layak di rumah mereka sendiri.

Palestina Pernah untuk Indonesia 

Kita, masyarakat Bangka Belitung, sudah semestinya mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Kita tidak lupa bahwa Palestina adalah salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Dan sebagai balasannya, mari kita perjuangkan hak mereka untuk hidup merdeka di tanah mereka sendiri, bukan menjauhkan mereka dari mimpi itu.

Kita mesti menyerukan kepada pemerintah pusat: dengarlah suara kita. Libatkan masyarakat lokal sebelum membuat keputusan besar. Jangan bebani daerah kita dengan masalah global tanpa solusi yang jelas. Dan yang terpenting, jangan jadikan kemanusiaan sebagai alat diplomasi, tapi sebagai pijakan untuk mengambil langkah yang benar.

Dari Bangka Belitung, kita berdiri untuk Palestina—dalam cara yang bijak, terhormat, dan berpihak pada keadilan sejati. **) 

 

Penulis : Ramsyah Al Akhab (Ketua Korps Pengader Cabang Babel Raya; Ketua Komunitas Aksara Muda Babel)

 

Editor : Muri Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network