PANGKLPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP baru ternyata menyisipkan sebuah agenda yang patut dimaknai sebagai sebuah kemunduran sistem peradilan dan penegakan hukum di tanah air.
Asas Dominus Litis yang terkandung dalam RUU yang tengah digodok ini berpotensi menimbulkan abuse of power dan anti demokrasi.
Dominus Litis berasal dari bahasa Yunani yang secara harafiah berarti tuan atau pemilik perkara. Dimana dalam konteks RUU ini, kejaksaan diberikan kuasa penuh atas pengendalian perkara hukum.
Suara penolakan juga muncul dari kalangan jurnalis. Menurut ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Bangka Belitung, Joko Setyawanto, Pemberian kekuasaan penuh ini serta merta akan mengkerdilkan institusi penegakan hukum lain seperti kepolisian, pengadilan, hingga KPK (Komisi Pemberantas Korupsi).
Kondisi ini juga sangat rawan dan bisa menjadi ancaman serius bagi sistem demokrasi. Pasalnya, dengan posisi kejaksaan sebagai lembaga yang berada dibawah kendali kepala negara / presiden, kekuasaan ini bisa dijadikan alat untuk membungkam oposisi atau pihak-pihak yang berseberangan dengan kekuasaan.
"Ini sama saja dengan mendorong mundur kembali ke sistem hukum monarkhi. Apa jaminan bahwa Jaksa Agung yang notabene merupakan pembantu presiden untuk bisa terbebas dari kepentingan politik presiden?. Ini sangat berbahaya, tidak hanya bagi sistem penegakan hukum, tetapi juga ancaman besar bagi demokrasi," kata Joko.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait