Sedangkan ayat (2) “Pengabdian kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan sesuai dengan budaya akademik, keahlian, dan/atau otonomi keilmuan Sivitas Akademika serta kondisi sosial budaya masyarakat.”
"Berdasarkan sejumlah ketentuan di atas, pelaporan kepada Prof. Bambang Hero tidak layak ditindaklanjuti. Karena, kehadirannya serta pemberian keterangan ahli di muka persidangan merupakan bagian dari Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan yang menjadi amanah Tri Dharma Perguruan Tinggi," ujarnya.
Secara hukum, apa yang dilakukannya dilindungi dan difasilitasi oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Sehingga, bila pelapor keberatan atas keterangan ahli Prof Bambang Hero, seharusnya keberatan itu diajukan melalui institusi Prof. Bambang Hero, yakni Institut Pertanian Bogor (IPB), bukan melalui laporan kepolisian pemidanaan atau langkah hukum lain yang bukan bagian/proses dari menguji pertanggungjawaban akademik seorang akademisi.
Proses hukum yang sedang berlangsung, apalagi menghukum keterangan ahli yang disampaikan akademisi justru merendahkan posisi universitas untuk ikut andil dalam mengembangkan upaya melindungi ilmu pengetahuan. Universitas itu sendiri, sebagai bastion libertatis, benteng kebebasan!
"Oleh karenanya bila kasus yang menimpa Prof Bambang Hero tersebut tetap diproses hukum dan dinyatakan bersalah atas keterangan ahlinya atau hasil risetnya, jelas penggunaan hukum negara terlalu jauh masuk ke dalam profesionalitas dan standar etika komunitas akademik. Kasus itu harusnya diselesaikan melalui forum akademik itu sendiri," katanya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait