Walhi Babel Soroti Minimnya Pemulihan Ekologis dalam Penyelesaian Kasus Korupsi Timah Rp300 Triliun

Muri Setiawan
Salah satu bentuk kerusakan lingkungan adalah makin tingginya konflik antara manusia dan buaya akibat rusaknya habitat buaya karena ditambang. Foto: Lintasbabel.iNews.id/ M Maulana

Hingga saat ini, peristiwa bencana terus menghantui Kepulauan Bangka Belitung. Hal ini didukung juga oleh analisis BPBD di tahun 2020, terkait potensi bahaya yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dari 11 ancaman, bencana tanah longsor, banjir serta kekeringan, masuk dalam kategori resiko tinggi. Pada tahun 2023, BPBD mencatat ada 1.084 bencana terjadi di Babel.

“Semuanya diperparah dengan krisis iklim yang semakin dirasakan oleh seluruh masyarakat global. Khusus di Bangka Belitung, proses eksploitasi di daratan terutama pertambangan timah telah melebihi daya dukung lingkungan, sehingga menyebabkan bencana serta laju degradasi lingkungan dalam angka yang mengkhawatirkan," kata Hafiz.

Korban Jiwa

Tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, aktivitas penambangan juga terus memakan korban. Walhi Kepulauan Bangka Belitung mencatat sepanjang 2021-2024, ada 38 orang meninggal dunia akibat kecelakaan tambang, dan 22 orang mengalami luka-luka.

Selain itu, ribuan kolong yang belum di reklamasi terus memakan korban. Sepanjang tahun 2021-2024, tercatat ada 22 kasus tenggelam di kolong. Dari 16 korban yang meninggal dunia, 13 diantaranya merupakan anak-anak hingga remaja dengan rentang usia 7-20 tahun.

Editor : Muri Setiawan

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network