Disisi yang lain bung Hatta juga menggambarkan " bahwa dalam hal menempatkan pejabat pada suatu jabatan sering kali terjadi praktik politik balas Budi yang menjadi ukuran, bukan atas dasar orang yang tepat ditempat yang tepat. Pejabat yang tidak berpartai atau partainya duduk di bangku oposisi merasa kehilangan pegangan dan menjadi patah hati, hal tersebutlah yang dapat merusak ketentraman sosial, sehingga dapat mendorong seseorang masuk dalam partai politik bukan karena keyakinan melainkan karena ingin memperoleh jaminan kekuasaan.
Potret perpolitikan hari ini bukan satu kewajiban yang dapat kita terima dengan pasrah semata. Melihat kondisi yang terjadi bukan tanpa alasan bahwa hampir 80% partisipasi kompetisi hanya diisi oleh kelompok-kelompok yang menjalankan kolusi, semisalnya pada momentum pilkada yang diselenggarakan pada akhir tahun nanti berbagai upaya dilakukan dan ditujukan agar masyarakat dihadapkan dengan satu pilihan saja (Kotak kosong). padahal perlu kita garis bawahi bersama mengenai hal tersebut merupakan agenda-agenda yang tidak terpuji
Dengan demikian dapat dilihat dari fenomena politik akhir-akhir ini, yang hanya dapat menampilkan sebuah paradoks demokrasi yang justru dapat membahayakan masa depan bangsa, yang menjadi bahayanya ialah politik hanya dikaitkan dengan apa yang menarik untuk ditonton saja, mengingat para pejabat dan elit politik berlomba-lomba mencari yang instan. Hal-hal yang sifatnya struktural, subtansial dan fundamental justru disisihkan, lebih berbahaya lagi apabila tidak diimbangi oleh anak-anak muda yang punya atensi kebidang politik, sebagai sistem control sosial kepada pemerintah, serta tidak perbanyak advokasi dan ruang diskusi.
Per-lima tahun sekali kita merayakan pemilihan umum, tetapi sampai dengan perdetik ini demokrasi subtansial masih menjadi perdebatan, rakyat seakan hanya dijadikan objek dan jauh dari tujuan demokrasi itu sendiri. Kita selalu disuguhkan dengan berbagai macam masalah, hukum yang dijadikan alat kepentingan penguasa untuk memukul lawan ulah dari para pejabat dan elit politik yang saling sikut, partai politik yang kita harapkan dapat mampu menjaga gerbang demokrasi justru malah merusak tatanan demokrasi dan memperkuat oligarki dalam negeri. Semua rentetan masalah tersebut, semacam terus dirayakan lima tahun sekali. Yang paling sadisnya ialah setiap perayaan pemilu harus ada puluhan bahkan lebih nyawa yang hilang. Nyawa begitu murah diindonesia, kemanusiaan tiada arti. Bengis! **)
Artikel ini ditulis oleh Okta Renaldi, Parlemen Jalanan Crew
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait